Bukan Sepatu Kaca

Alhamdulillah... adzan magrib menggema, celoteh burung ikut meramaikan suasana Kairo waktu itu. Sembari menyiapkan buka puasa, ada saja yang dilakukan akhwat serumah; ada yang di dapur untuk bagian piket, ada yang lekas berwudhu' untuk mengurangi jumlah antrian kamar mandi, ada yang sudah siap dengan mukena cantik berteman mushaf biru warna favoritnya, bahkan ada yang sibuk dengan tasbih di tangan kiri dan gelas ditangan kanan, tak ingin lepas dari dzikir yang rutin dilaksanakan setiap menjelang mangrib; mereka teman serumah yang sudah ku anggap akhwat fillah; Dina, Ummi, Nailufar, Lia, Nelly, Ira dan Hani.
***
Selesai jama'ah magrib...

"Ukh, jadwal tarawih kita malam ini dimana?", Tanya Ummi sambil menuangkan es jeruk ke dalam gelas.
Hmm sepertinya Lia, Dina, Nelly dan Hani tarawih di mesjid Nurul Khitab, sedangkan Nailufar dan Ira tetap istiqamah di mesjid as-Salam yang terkenal dengan kekhusyuannya", jawabku disertai senyum khas, sambil mengingat kegiatan tarawih yang super lama dibanding mesjid lainnya.
"Kalo Ulfa sendiri tarawih dimana?", Balas Ummi.
"Hehe, tau sendiri lah... hobiku yang suka keluyuran ini kambuh kalo sudah bulan Ramadhan. Ya minimal pindah-pindah mesjid untuk tarawih. Dan sepertinya malam ini aku tarawih di mesjid Husein, sekaligus mengikuti Nadwah: Multaqo Fikr Islami", pamerku .
"Seru juga tuh... ya udah, kalo begitu Ummi ikut Ulfa ke Multaqo, sekalian belanja pernak-pernik di pasar Husein", dengan aura semangat yang dipancarkan Ummi, matanya menerawang membayangkan benda-benda yang akan dibelinya nanti. Hobi shopping yang digelutinya pun ikut meramaikan suasana Ramadhan kali ini.
***
Di mesjid Husein...

"Ulfa, sepertinya Multaqo sudah dimulai. Aku rapikan mukena, kamu ambil sepatu kita di depan sana", kata Ummi dengan nada agak tinggi.
"Oke bozz", jawabku.
Tak lama ku perhatikan susunan kotak yang disediakan untuk tempat sepatu dan sandal, tak ku temukan sepatu milikku disana. Ummi yang selesai melipat mukena segera menyusulku ke depan, ikut mencari sepatu kesayanganku. Sebagian jemaah sudah menuju ruang Multaqo, yang tersisa disini hanya tiga perempuan dengan seoranganak kecil yang tertidur lelap.

Aku sempat kecewa dengan sepatuku yang hilang. Ummi cepat-cepat mengenakan sandal imutya, bergegas menuju pasar Husein yang bersebelahan dengan kawasan mesjid. Dia hendak membelikanku sandal yang bisa ku pakai untuk perjalanan pulang. Aku menunggunya di depan mesjid sambil memperhatikan suasana sekitar, duduk dengan kaki tak beralas; tidak jauh berbeda dengan nasib seorang perempuan tua di depanku yang menunggu uluran tangan dari sekelilingnya. "Jangankan alas kaki, alas untuk tidur pun belum tentu dia miliki... Subhanallah wal hamdulillah wa lailaha illallah", bathinku menginsyafi kekecewaan yang baru saja hadir.

Tak lama Ummi datang membawa sepasang sandal untuk ku pakai. Dia dengan senyumnya tertawa kecil memperhatikan ku mengenakan sandal itu; sandal berwarna pink yang sama sekali tidak seragam dengan baju dan kaos kaki berwarna biru pekat.

"Afwan ukh, tadi Ummi buru-buru belinya, jadi langsung pilih aja", katanya sambil menahan lelah.
Aku dengan anggukan ikut memakluminya.
***
Tak disangka dari samping mesjid ada yang memperhatikan kita. Bekas plastik sandal yang ku buang ke tong sampah searah dengan tempat mereka. Sepertinya mereka mahasiswa Indonesia yang juga menghadiri Multaqo di mesjid ini. Tanpa curiga sedikitpun, seorang dari mereka menyerahkan bungkus plastik kepadaku. Ummi ikut melihat isi plastik itu. Ternyata sepatuku ada di dalamnya berikut dua pasang sandal dan satu dompet kecil berisi uang. Akhi yang bernama Ikhsan tersebut menjelaskan kepada kita, bahwa ada seorang anak yang menabraknya ketika berlari kencang membawa plastik hitam tersebut. Waktu itu, Ikhsan juga terburu-buru ke masjid. Karena, selain ditinggal sendiri oleh teman serumah, dia juga sibuk dengan piket hari itu sampai-sampai telat mengikuti tarawih di mesjid.

Keduanya saling tertabrak di belokan menuju pasar. Kecurigaan Ikhsan terhadap gadis kecil itu semakin jelas ketika isi plastik tersebut tumpah dan dengan cepat gadis itu menghilang di keramaian pasar.

"Sepatu ini milikku, kalo sandal-sandal ini mungkin milik jemaah shalat di tempat kita", jawabku.
"Terimakasih atas pertolongannya, Jazakumullah khairal jaza", tambah Ummi.
Ikhsanpun membalasnya dengan anggukan.

"Oh ya gini ukh, salah satu teman ane juga kehilangan sandal. Sementara kita tidak punya uang untuk beli yang baru. Tempat tinggal kita di dekat sini, pas di belakang mesjid Husein yang searah dengan Babul Futuh. Jangankan Hp, uang saja kita males bawanya. Jadi, gimana kalo sandal yang baru saja ukhti beli kita pinjam. Besok di Multaqo kita balikin", dengan cepat ia menyampaikan keinginannya.

Ummi memberi isyarat padaku untuk menyerahkan sandal yang baru dibelinya, bukan untuk dipinjam tapi untuk disadaqohkan kepada yang sedang membutuhkan. Begitulah manusia, diciptakan untuk saling tolong-menolong dalam kebaikan. Di perjalanan pulang kita tertawa lucu, membayangkan sandal pink yang dikenakan salah satu dari kawan si Ikhsan...
***
Setahun berikutnya...

Ada SMS dari Abah di Indo. Aku yang sudah menyelesaikan Tamhidi 2 juga ingin segera mengabarkan berita bahagia ini. Dengan penuh semangat aku baca SMS beliau, yang isinya:

"Nak, Abah sepakat akan menjodohkanmu dengan putra Bapak Hasan, kawan Abah dulu waktu kuliah di Madinah. Dia juga sekolah di al-Azhar lho... Namanya itu kalo tidak salah Muhammad Ikhsan. Kebetulan dia pulang tahun ini. Baru kemaren berkunjung ke rumah dengan keluarganya. Selain silaturahim, kita juga menyepakati pertunangan kalian. Waktu Abah perlihatkan foto kamu, dia bilang pernah ketemu kamu di mesjid Husein.

Ya... Abah hanya bisa mendoakan yang terbaik buat kalian berdua. Abah juga berharap kamu mempertimbangkan hal ini. Yang pasti, jangan kecewakan niat baik Abah dan keluarga semua".

Aku diam sejenak dan tersenyum manis . . .

_Pesan yang menurutku sangat singkat ini, melayangkan pikiranku pada sepatu Cinderela yang diantar oleh Sang Pangeran di Istana Husein, dalam sebuah perayaan Multaqo Fikr Islami..., terlebih ketika sepatu itu Bukan Sepatu Kaca, melainkan sepatu yang kehilangan pemiliknya, ckckckck ^_^

Dalam Munajatku: Semoga Semua Ini Berlabuh di Lautan CintaMU, amien


Bunda Kesebelasan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar