Sudah Santun Akhlak Anda ?

Sulaiman at-Taimi berkata; “Aku bukan orang yang santun, tapi orang yang BERUSAHA untuk santun.” [Siyaru A'laamin Nubalaa' (IV/ 92). Pustaka At-Tibyan]
“Sudah Santun Akhlak Anda?”
Kutahan diri yang hina ini dari mencela orang lain, sebab aku tidak tahu amalanku yang mana yang naik ke langit (yang diterima Allah)….
ucapan seorang teman KHY , …ANTUM TDK FAHM DG KOMENT ANA.KARNA ANTUM NGERASA TERTAMPAR !!!
aku hanya bisa berkata : Subhanollah bhs mu indah sekali , tenang hati ini saat membaca kata2 mu !
Duhai orang yang mencelaku, apabila benar celaan itu terdapat pada diriku, semoga Allah Ta’ala mengampuniku. Apabila celaan itu tidak terdapat pada diriku sebagaimana sangkaanmu, semoga Allah Ta’ala mengampunimu. Maafkan aku karena tidak mampu mencelamu mengingat sudah terlalu banyaknya dosa-dosaku….
saya bertanya kepada Syaikh : “Ya Syaikh, sebagian orang ada yang menyatakan bahwa aku adalah kadzab (pendusta). Apakah aku berhak MEMBELA DIRI dan MEMBANTAH tuduhan tersebut?”
Syaikh menjawab:
“Wahai jangan kau bantah dia, bagaimana pun dia adalah saudaramu seakidah. Bahkan jika ada orang yang bertanya kepadamu tentang dia, maka TUNJUKKAN bahwa engkau tidak suka untuk membantahnya dan tidak suka membicarakan tentangnya.”
Syaikh juga berkata:
“Sekali-kali jangan kau bantah dia, selamanya jangan kau bantah dia!! Apakah engkau ingin, engkau yang membela dirimu sendiri? Ataukah engkau ingin Allah yang membelamu??!!”
Lalu Syaikh menunjukkan dua buah hadits yang terdapat dalam kitab Al-Adab al-Mufrad karya Al-Imam al-Bukhari yang menjelaskan agar seseorang SEJAUH MUNGKIN menjauhkan dirinya dari perdebatan dengan saudaranya.
Hadits yang pertama:
Dari ‘Iyaadl bin Himaar bahwasanya ia bertanya kepada Nabi seraya berkata, “Wahai Rasulullah, bagaimana pendapatmu jika ada seseorang MENCELAKU padahal nasabnya lebih rendah daripada nasabku? Maka Nabi berkata:
“Dua orang yang SALING MENCELA adalah DUA SYAITAN yang saling mengucapkan perkataan yang bathil dan buruk dan saling berdusta.”
[HR. Ahmad (29/37, no. 17489) dan al-Bukhari dalam al-Adab al-Mufrad (no. 427) dan dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani]
Syaikh berkata:
Hadits ini menunjukkan bahwa dua orang yang bertikai dan saling mencaci maka disifati oleh Nabi dengan dua syaitan. Bahkan Nabi berkata bahwa keduanya pendusta dan saling mengucapkan perkataan yang buruk, rendah dan bathil.
Orang yang membantah saudaranya pasti -mau tidak mau- akan terjerumus dalam kedustaan AGAR BISA MEMBUAT ORANG BENCI terhadap musuhnya.
Atau paling tidak, dia tidak akan menjelaskan kejadian yang terjadi anatara dia dan musuhnya sebagaimana mestinya, akan tetapi dia menyajikan kejadian itu SEAKAN-AKAN DIALAH YANG BERADA DI PIHAK YANG BENAR, dan dengan cara penyajian yang menjadikan para pendengar AKAN BENCI terhadap musuhnya.
Selain itu, dia akan TERJERUMUS dalam perkataan-perkataan yang rendah dan kotor serta bathil!”
Kebenaran yang pada asalnya susah untuk diterima oleh jiwa, ketika disampaikan dengan cara yang BURUK dan KASAR, hanya akan membuat orang SEMAKIN LARI dari kebenaran…..
Realita, masih ada yang serampangan dalam menyeru ke jalan Allah, kadang mereka tidak sabaran menghadapi masyarakat yang belum mengenal sunnah, mereka inginnya instan agar masyarakat bisa segera menerima seruannya.
Padahal tidaklah sama antar satu orang dengan orang lainnya dalam hal penerimaan da’wah. Ada yang bisa dengan segera menerima kebenaran, tapi ada juga yang lama butuh proses.
Namun terkadang ada yang menyamakan dirinya dengan orang lain dalam hal menerima kebenaran, sehingga yang terjadi adalah PUKUL RATA dan KEKAKUAN saja. Larilah menjauh orang dari seruannya. AllahU Musta’an..
Terhadap orang yang seperti itu, hendaklah aku tetap mendo’akan semoga Allah Ta’ala membukakan tirai yang masih menutupi hatinya, sehingga tidak ujub dengan ilmunya. Sesungguhnya, kita tetap mencintainya karena Allah.
Para pelajar (thalabatul-’ilmi), terutama para dai, hendaklah dapat membedakan antara al-Mudarah dan al-Mudahanah.
Al-Mudarah ialah sesuatu hal yang dianjurkan. Ia berhubungan dengan sikap lemah lembut dalam pergaulan, sebagaimana disebutkan dalam kitab Lisanul-‘Arab :
“Bersikap al-mudarah terhadap orang lain, yaitu dengan bersikap ramah-tamah kepada mereka, bermu’amalah dengan cara yang baik, dan bersabar menghadapi gangguan mereka, sehingga mereka tidak menjauh darimu.”
Sedangkan al-mudahanah (menjilat) adalah sikap yang tercela. Ia berhubungan dengan masalah agama. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
“Maka mereka menginginkan supaya kamu bersikap lunak lalu mereka bersikap lunak (pula kepadamu).” (al-Qalam: 9).
Al-Hasan al-Bashri menafsirkan makna ayat ini dengan berkata:
“Mereka menginginkan agar engkau berpura-pura dalam agamamu di hadapan mereka, sehingga mereka juga akan berpura-pura pula dalam agama mereka di hadapanmu.” (Tafsir al-Baghawi, 4/377).
Dengan demikian, orang yang bersikap mudarah akan berlemah-lembut dalam pergaulan, tanpa meninggalkan sedikit pun dari prinsip agamanya.
Sedangkan orang yang bersikap mudahin, ia akan berusaha menarik simpati orang lain dengan cara meninggalkan sebagian prinsip agamanya.
Sungguh, dahulu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam merupakan figur yang paling baik akhlaknya, dan paling lemah lembut terhadap umatnya. Ini merupakan perangai lemah-lembut dan ramah tamah dari beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Di sisi …lain, beliau adalah orang paling kuat dalam (mengemban) agama Allah, sehingga beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak akan meninggalkan prinsip agama, meski hanya satu, walau di hadapan siapapun. Inilah perwujudan keteguhan hati beliau dalam mengemban (prinsip-prinsip) agama yang sangat bertentangan dengan sikap mudahanah (menjilat).
Hendaklah para pelajar MEMPERHATIKAN PERBEDAAN antara kedua perangai ini, karena sebagian orang beranggapan bahwa bersikap ramah-tamah kepada orang lain dan berlemah lembut sebagai tanda kelemahan dan luluh dalam (mengemban perintah) agama.
Pada saat lainnya ada yang beranggapan bahwa sikap membiarkan orang lain dalam kebatilan dan berdiam diri tatkala melihat kesalahan merupakan bagian dari sikap (ar-rifqu).
Sudah barang tentu kedua kelompok (anggapan) ini SALAH dan TERSESAT dari kebenaran. Hal ini, hendaklah benar-benar diperhatikan dengan baik, karena salah paham dalam permasalahan ini sangat berbahaya. Dan tidak selamat darinya kecuali orang yang diberi taufiq (bimbingan) dan petunjuk dari Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Diriwayatkan bahwa ada penyeru yang berseru pada Hari Kiamat:
“Hendaklah berdiri siapa pun YANG PAHALANYA MENJADI TANGGUNGAN ALLAH!” Maka tidak ada yang berdiri kecuali orang yang memaafkan orang yang telah menzhaliminya.”
(Mukhtashar Minhajul Qashidin, Ibnu Qudamah)
Semoga aku selalu dalam perlindugan Allah serta orang yang mencelaku dapat ampunandari Allah . Amin

Berjihad Melawan Riyaa'

Berkata As-Suusi rahimahullah:

الإِخْلاَصُ فَقْدُ رُؤْيَةِ الإِخْلاَصِ، فَإِنَّ مَنْ شَاهَدَ فِي إخْلاَصِهِ الإِخْلاَصَ فَقَدْ احْتَاجَ إِخْلاَصُهُ إِلَى إِخْلاَصٍ

"Ikhlas adalah hilangnya perasaan memandang bahwa diri sudah ikhlash, karena barang siapa yang melihat tatkala dia sudah ikhlash bahwasanya ia adalah seorang yang ikhlash maka keikhlasannya tersebut butuh pada keikhlasan"
(Tazkiyatun Nufuus 4)

Yusuf bin Al-Husain Ar-Roozi rahimahullah berkata :

أَعَزُّ شَيْءٍ في الدُّنْيَا الإخْلاَصُ، وَكَمْ أَجْتَهِدُ فِي إِسْقَاط الرِّيَاءِ عَنْ قَلْبِي وَكَأَنَّهُ يَنْبُتُ فِيْهِ عَلَى لَوْنٍ آخَرَ

"Perkara yang paling berat di dunia adalah ikhlas, betapa sering aku berijtihad (bersungguh-sungguh) untuk menghilangkan riyaa' dari hatiku akan tetapi seakan-akan riyaa' tersebut kembali muncul lagi dalam bentuk yang lain" (Jaami'ul 'Uluum wal Hikam 42)

Untuk berjihad melawan riyaa' maka dibangun diatas ilmu dan usaha. Adapun ilmu maka ada empat hal yang harus kita renungkan atau kita pikirkan, yaitu :

Pertama : Akibat buruk bagi seorang yang riyaa di akhirat

Kedua : Akibat buruk bagi orang yang riyaa' di dunia

Ketiga : Merenungkan hakekat oang yang kita harapkan pujiannya.

Keempat : Merenungkan hakekat diri kita



Kesudahan orang yang riyaa' di akhirat:

Pertama : Barang siapa yang riyaa' dan sum'ah di dunia maka di akhirat kelak ia akan dipermalukan oleh Allah di hadapan khalayak ramai.

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ سَمَّعَ سَمَّعَ اللَّهُ بِهِ وَمَنْ يُرَائِي يُرَائِي اللَّهُ بِهِ

"Barangsiapa yang memperdengarkan maka Allah akan memperdengarkan tentangnya, dan barangsiapa yang memperlihatkan (riyaa') maka Allah akan memperlihatkan tentang dia" (HR Al-Bukhari no 6499)

Al-Khotthobi berkata, "Maknanya adalah barang siapa yang mengamalkan sebuah amalan tanpa ikhlas, akan tetapi karena ingin dilihat oleh masyarakat dan disebut-sebut oleh mereka maka ia akan dibalas atas perbuatannya tersebut, yaitu Allah akan membongkarnya dan menampakan apa yang dulu disembunyikannya" (Fathul Baari 11/344-345)

Al-Mubaarokfuuri berkata, "Barangsiapa yang menjadikan dirinya tersohor dengan kabaikan atau yang lainnya karena kesombongan atau karena riyaa' maka Allah akan mensohorkannya pada hari kiamat kelak dihadapan khalayak manusia di padang mahsyar dengan membongkar bahwasanya ia adalah orang yang riyaa' pendusta. Allah mengabarkan kepada manusia riyaa'nya dan sum'ahnya, maka terbongkarlah aibnya di hadapan manusia" (Tuhfatul Ahwazi 4/186).

Diantara makna hadits ini sebagaimana yang disampaikan oleh Al-Hafizh Ibnu Hajar adalah :

-         Barangsiapa yang mengesankan bahwasanya ia telah melakukan suatu amal sholeh padahal ia tidak melakukannya maka Allah akan membongkar kebohongannya tersebut (lihat Fathul Baari 11/337)

-         Barangsiapa yang beramal dengan mengesankan kepada masyarakat bahwasanya ia adalah orang yang ikhlas namun ternyata beramal karena riyaa', maka pada hari kiamat kelak Allah akan menunjukan pahala amalannya tersebut seakan-akan pahala amalan tersebut untuknya namun ternyata Allah menghalanginya dari pahala tersebut. (lihat Fathul Baari 11/337)

Oleh karenanya para pembaca yang budiman, sebelum kita melakukan riyaa' maka renungkanlah apakah kita siap untuk dipermalukan oleh Allah pada hari kiamat kelak??!. Kita menampakkan pada guru kita, pada murid-murid kita, pada sahabat-sahabat kita seakan-akan kita selalu beramal karena Allah, ternyata kita hanya menipu mereka, ternyata kita hanya mengharapkan pujian atau penghormatan mereka. Bagaimana jika Allah membongkar busuknya niat kita di hadapan mereka…, tentunya kita sangat dipermalukan. Wall'iyaadzu billah.

Kedua : Setelah orang-orang yang riyaa' dipermalukan oleh Allah di hadapan seluruh manusia di padang mahsyar lantas orang-orang yang riyaa' itulah yang pertama kali diadzab oleh Allah.

Dari Abu Hurairah -radhiallahu anhu- dia berkata: Aku mendengar Rasulullah -shallallahu alaihi wasallam- bersabda:

إِنَّ أَوَّلَ النَّاسِ يُقْضَى يَوْمَ الْقِيَامَةِ عَلَيْهِ، رَجُلٌ اسْتَشْهَدَ فَأُتِيَ بِهِ، فَعَرَّفَهُ نِعَمَهُ فَعَرَفَهَا، قَالَ: فَمَا عَمِلْتَ فِيْهَا؟ قَالَ: قَاتَلْتُ فِيْكَ حَتَى اسْتَشْهَدْتُ، قَالَ: كَذَبْتَ، لَكِنَّكَ قَاتَلْتَ لِأَنْ يُقَالَ: جَرِيْءٌ، فَقَدْ قِيْلَ، ثُمَّ أُمِرَ بِهِ فَسُحِبَ عَلَى وَجْهِهِ حَتَّى أُلْقِيَ فِي النَّارِ. وَرَجُلٌ تَعَلَّمَ الْعِلْمَ وَعَلَّمَهُ، وَقَرَأَ الْقُرْآنَ، فَأُتِيَ بِهِ، فَعَرَّفَهُ نِعَمَهُ فَعَرَفَهَا، قَالَ: فَمَا فَعَلْتَ فِيْهَا؟ قَالَ: تَعَلَّمْتُ الْعِلْمَ وَعَلَّمْتُهُ وَقَرَأْتُ فِيْكَ الْقُرْآنَ، قَالَ: كَذَبْتَ، لَكِنَّكَ تَعَلَّمْتَ الْعِلْمَ لِيُقَالَ: عَالِمٌ وَقَرَأْتَ الْقُرْآنَ لِيُقَالَ: هُوَ قَارِئٌ، فَقَدْ قِيْلَ، ثُمَّ أُمِرَ بِهِ فَسُحِبَ عَلَى وَجْهِهِ حَتَّى أُلْقِيَ فِي النَّارِ. وَرَجُلٌ وَسَّعَ اللهُ عَلَيْهِ وَأَعْطَاهُ مِنْ أَصْنَافِ الْمَالِ كُلِّهِ، فَأُتِيَ بِهِ، فَعَرَّفَهُ نِعَمَهُ فَعَرَفَهَا، قَالَ: فَمَا عَمِلْتَ فِيْهَا؟ قَالَ: مَا تَرَكْتُ مِنْ سَبِيْلٍ تُحِبُّ أَنْ يُنْفَقَ فِيْهَا إِلاَّ أَنْفَقْتُ فِيْهَا لَكَ، قَالَ: كَذَبْتَ، وَلَكِنَّكَ فَعَلْتَ لِيُقَالَ: هُوَ جَوَّادٌ، فَقَدْ قِيْلَ، ثُمَّ أُمِرَ بِهِ فَسُحِبَ عَلَى وَجْهِهِ حَتَّى أُلْقِيَ فِي النَّارِ

“Sesungguhnya manusia paling pertama yang akan dihisab urusannya pada hari kiamat adalah: Seorang lelaki yang mati syahid, lalu dia didatangkan lalu Allah mengingatkan nikmat-nikmatNya (yang telah diberikan kepadanya-pen) maka diapun mengakuinya. Allah berfirman, “Lalu apa yang kamu perbuat dengan nikat-nikmat tersebut?” dia menjawab, “Aku berperang di jalan-Mu sampai aku mati syahid.” Allah berfirman, “Kamu berdusta, akan tetapi sebenarnya kamu berperang agar kamu dikatakan pemberani, dan kamu telah dikatakan seperti itu (di dunia).” Kemudian diperintahkan agar dia diseret di atas wajahnya sampai dia dilemparkan masuk ke dalam neraka. Dan (orang kedua adalah) seseorang yang mempelajari ilmu (agama), mengajarkannya, dan dia membaca (menghafal)  Al-Qur`an. Maka dia didatangkan lalu Allah mengingatkan nikmat-nikmatNya (yang telah diberikan kepadanya -pen) maka diapun mengakuinya. Allah berfirman, “Lalu apa yang kamu perbuat padanya?” dia menjawab, “Aku mempelajari ilmu (agama), mengajarkannya, dan aku membaca Al-Qur`an karena-Mu.” Allah berfirman, “Kamu berdusta, akan tetapi sebenarnya kamu menuntut ilmu agar kamu dikatakan seorang alim dan kamu membaca Al-Qur`an agar dikatakan, “Dia adalah qari`,”  dan kamu telah dikatakan seperti itu (di dunia).” Kemudian diperintahkan agar dia diseret di atas wajahnya sampai dia dilemparkan masuk ke dalam neraka. Dan (yang ketiga adalah) seseorang yang diberikan keluasan (harta) oleh Allah dan Dia memberikan kepadanya semua jenis harta. Maka dia didatangkan lalu Allah mengingatkan nikmat-nikmatNya (yang telah diberikan kepadanya-pen) maka diapun mengakuinya. Allah berfirman, “Lalu apa yang kamu perbuat padanya?” dia menjawab, “Aku tidak menyisakan satu jalanpun yang Engkau senang kalau seseorang berinfak di situ kecuali aku berinfak di situ untuk-Mu.” Allah berfirman, “Kamu berdusta, akan tetapi sebenarnya kamu melakukan itu agar dikatakan, “Dia adalah orang yang dermawan,” dan kamu telah dikatakan seperti itu (di dunia).” Kemudian diperintahkan agar dia diseret di atas wajahnya sampai dia dilemparkan masuk ke dalam neraka.” (HR. Muslim mo. 1905)



Nasib orang yang riyaa' di dunia

Pertama : Orang yang riyaa' senantiasa di atas kegelisahan. Karena amal yang ia kerjakan dibangun di atas mencari pujian orang lain, maka ia akan selalu menderita, baik sebelum beramal, tatkala sedang beramal, maupun setelah beramal. Iapun juga selalu menderita baik dipuji apalagi jika tidak dipuji.

Sebelum beramal ia akan gelisah memikirkan amal apa dan bagaimana bisa ia lakukan agar ia dipuji manusia, ia khawatir jika amalannya salah atau kurang baik maka ia akan dicela dan tidak dipuji serta tidak dihargai atau dihormati orang lain.

Tatakala beramalpun demikian, perasaan tersebut masih terus menyertai hatinya. Apalagi setelah beramal, maka gelisahpun semakin menjadi-jadi menanti pujian yang diharap-harapkan.

Jika ternyata pujian yang diharapkan tak kunjung tiba maka hatinya sangat kesal… seakan-akan tersayat-sayat… ungkapan penyesalanpun bertumpuk di hatinya.. seraya berkata, "Percuma saya memberi sedekah kepadanya, ia adalah orang yang tidak tahu berterima kasih…", "percuma saya menolong si fulan, ia tidak menghargai pertolonganku..". "Percuma saya berhaji dengan mengeluarkan uang puluhan juta, toh masyarakat tidak menghormatiku dan tidak memanggilku dengan gelaran pak haji…". "Percuma saya memberi ceramah-ceramah agama kepada mereka, toh mereka kurang menghormati saya…"

Jika akhirnya pujian dan sanjungan yang ditungu-tunggu itupun tiba ternyata … terkadang pujian tersebut tidak seperti yang ia harapkan. Ia ingin agar sanjungan dan penghormatan yang ia raih lebih daripada apa yang ia dengar. Maka menderitalah hatinya.

Jika pujian yang ia nanti-nantikan ternyata sesuai dengan yang ia harapkan maka iapun bahagia sekali…kepalanyapun membesar… hatinya berbinar-binar…, akan tetapi ketahuilah para pembaca yang dirahmati Allah… kebahagiaan tersebut hanyalah semu.. karena sebentar lagi ia akan kembali menderita karena hatinya bergejolak ingin pujian tersebut langgeng dan abadi… namun kenyataannya terkadang pujian tersebut hanya sebentar saja.. lalu sirna. Hatinya kembali gelisah… kapan ia dipuji lagi seperti pujian tersebut…??!!.

Kedua : Orang yang riyaa' memang terkadang meraih pujian dan sanjungan yang ia harapkan dari masyarakat. Jadilah ia tersohor dan dikenal harum namanya oleh masyarakat. Hal ini sebagaimana yang ditunjukan oleh hadits

مَنْ سَمَّعَ سَمَّعَ اللَّهُ بِهِ وَمَنْ يُرَائِي يُرَائِي اللَّهُ بِهِ

"Barangsiapa yang memperdengarkan maka Allah akan memperdengarkan tentangnya, dan barangsiapa yang memperlihatkan (riyaa') maka Allah akan memperlihatkan tentang dia"
(HR Al-Bukhari no 6499)

Al-Hafizh Ibnu Hajar menjelaskan bahwasanya di antara tafsiran dari hadits ini adalah bahwasanya makna dari ((Allah memperdengarkan tentangnya)) adalah barangsiapa yang beramal dengan maksud untuk meraih kedudukan dan kehormatan di masyarakat dan bukan karena mengharap wajah Allah maka Allah akan menjadikan dia bahan pembicaraan di antara orang-orang yang ia ingin dihormati oleh mereka. Akan tetapi ia tidak akan mendapatkan pahala di akhirat. (lihat Fathul Baari 11/336-337)

Dan hal ini sesuai dengan firman Allah

مَنْ كَانَ يُرِيدُ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا وَزِينَتَهَا نُوَفِّ إِلَيْهِمْ أَعْمَالَهُمْ فِيهَا وَهُمْ فِيهَا لا يُبْخَسُونَ (١٥)أُولَئِكَ الَّذِينَ لَيْسَ لَهُمْ فِي الآخِرَةِ إِلا النَّارُ وَحَبِطَ مَا صَنَعُوا فِيهَا وَبَاطِلٌ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ (١٦)

Barangsiapa yang menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, niscaya Kami berikan kepada mereka balasan pekerjaan mereka di dunia dengan sempurna dan mereka di dunia itu tidak akan dirugikan. Itulah orang-orang yang tidak memperoleh di akhirat, kecuali neraka dan lenyaplah di akhirat itu apa yang telah mereka usahakan di dunia dan sia-sialah apa yang telah mereka kerjakan (QS Huud : 15-16).

Oleh karenanya bukanlah hal yang mengherankan kalau seseorang yang riyaa' dipuji-puji dan dielu-elukan oleh masyarakat. Karena itulah memang yang ia inginkan dan Allah mengabulkan keinginannya tersebut tanpa mengurangi sama sekali. Hal ini juga ditunjukkan oleh hadits yang telah lalu tentang tiga orang yang pertama kali diadzab di akhirat kelak, di mana keinginan mereka untuk dikenal sebagai pahlawan pemberani, dikenal sebagai seorang yang alim, dan dikenal sebagai dermawan dikabulkan oleh Allah.

Akan tetapi para pembaca yang budiman, apakah pujian dan sanjungan ini akan lenggeng dan kekal…??? Tentunya tidak, Allah terkadang membongkar aibnya dan kedustaannya tersebut di dunia sebelum di akhirat.

Ibnu Hajr rahimahullah menyebutkan bahwa di antara makna hadits ((Allah memperdengarkan tentangnya)) adalah barangsiapa yang beramal sholeh karena ingin disebut-sebut maka Allah akan membuat ia tersohor di antara orang-orang yang ia harapkan pujian mereka akan tetapi tersohor dengan celaan, dikarenakan busuknya niatnya. (lihat Fathul Baari 11/337).

Hal ini dikuatkan dengan sebuah hadits berikut ini :

عَنْ سَهْلِ بْنِ سَعْدٍ السَّاعِدِيِّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْتَقَى هُوَ وَالْمُشْرِكُونَ فَاقْتَتَلُوا فَلَمَّا مَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَى عَسْكَرِهِ وَمَالَ الْآخَرُونَ إِلَى عَسْكَرِهِمْ وَفِي أَصْحَابِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَجُلٌ لَا يَدَعُ لَهُمْ شَاذَّةً وَلَا فَاذَّةً إِلَّا اتَّبَعَهَا يَضْرِبُهَا بِسَيْفِهِ فَقَالَ مَا أَجْزَأَ مِنَّا الْيَوْمَ أَحَدٌ كَمَا أَجْزَأَ فُلَانٌ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَمَا إِنَّهُ مِنْ أَهْلِ النَّارِ فَقَالَ رَجُلٌ مِنْ الْقَوْمِ أَنَا صَاحِبُهُ قَالَ فَخَرَجَ مَعَهُ كُلَّمَا وَقَفَ وَقَفَ مَعَهُ وَإِذَا أَسْرَعَ أَسْرَعَ مَعَهُ قَالَ فَجُرِحَ الرَّجُلُ جُرْحًا شَدِيدًا فَاسْتَعْجَلَ الْمَوْتَ فَوَضَعَ نَصْلَ سَيْفِهِ بِالْأَرْضِ وَذُبَابَهُ بَيْنَ ثَدْيَيْهِ ثُمَّ تَحَامَلَ عَلَى سَيْفِهِ فَقَتَلَ نَفْسَهُ فَخَرَجَ الرَّجُلُ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ أَشْهَدُ أَنَّكَ رَسُولُ اللَّهِ قَالَ وَمَا ذَاكَ قَالَ الرَّجُلُ الَّذِي ذَكَرْتَ آنِفًا أَنَّهُ مِنْ أَهْلِ النَّارِ فَأَعْظَمَ النَّاسُ ذَلِكَ فَقُلْتُ أَنَا لَكُمْ بِهِ فَخَرَجْتُ فِي طَلَبِهِ ثُمَّ جُرِحَ جُرْحًا شَدِيدًا فَاسْتَعْجَلَ الْمَوْتَ فَوَضَعَ نَصْلَ سَيْفِهِ فِي الْأَرْضِ وَذُبَابَهُ بَيْنَ ثَدْيَيْهِ ثُمَّ تَحَامَلَ عَلَيْهِ فَقَتَلَ نَفْسَهُ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عِنْدَ ذَلِكَ إِنَّ الرَّجُلَ لَيَعْمَلُ عَمَلَ أَهْلِ الْجَنَّةِ فِيمَا يَبْدُو لِلنَّاسِ وَهُوَ مِنْ أَهْلِ النَّارِ وَإِنَّ الرَّجُلَ لَيَعْمَلُ عَمَلَ أَهْلِ النَّارِ فِيمَا يَبْدُو لِلنَّاسِ وَهُوَ مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ

Dari sahabat Sahl bin Sa'ad  As-Saa'idi radhiallahu 'anhu bahwasanya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam berperang melawan kaum musyrikin. Tatkala Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam kembali ke pasukan perangnya dan kaum musyrikinpun telah kembali kepasukan perang mereka (untuk menanti perang selanjutnya-pen), dan diantara sahabat-sahabat Nabi (yang ikut berperang) ada seseorang yang tidak seorang musyrikpun yang menyendiri dari pasukan musyrikin atau terpisah dari kumpulan kaum musyrikin kecuali ia mengikutinya dan menikamnya dengan pedangnya, maka ada yang berkata, "Tidak ada diantara kita yang memuaskan kita pada perang hari ini sebagaimana yang dilakukan oleh si fulan". Maka Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam pun berkata, "Adapun si fulan maka termasuk penduduk api neraka". Salah seorang berkata, "Saya akan menemani (membuntuti) si fulan tersebut". Maka iapun mengikuti si fulan tersebut, jika si fulan berhenti maka ia ikut berhenti, jika sifulan berjalan cepat, iapun berjalan cepat. Maka si fulan ini (setelah berperang-pen) terluka parah, maka iapun segera membunuh dirinya. Ia meletakkan pedangnya di tanah kemudian mata pedangnya ia letakkan di dadanya, lalu pun menindihkan dadanya ke pedang tersebut maka iapun membunuh dirinya. Orang yang membuntutinya segera menuju ke Rasulullah dan berkata, "Aku bersaksi bahwasanya engkau adalah utusan Allah". Rasulullah berkata, "Ada apa?". Ia berkata, "Orang yang tadi engkau sebutkan bahwasanya ia masuk neraka !!, lantas orang-orangpun merasa heran, lalu aku berkata biarlah aku yang akan mengeceknya. Maka akupun keluar mengikutinya, lalu iapun terluka sangat parah lantas iapun meletakkan pedangnya diatanah dan meletakkan mata pedangnya di dadanya lalu iapun menindihkan dadanya ke mata pedang tersebut, dan iapun membunuh dirinya".

Maka Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam pun berkata, "Sesungguhnya seseorang sungguh-sungguh melakukan amalan penghuni surga menurut apa yang nampak bagi manusia padahal ia termasuk penghuni neraka, dan seseorang melakukan amalan penghuni neraka menurut apa yang nampak bagi manusia padahal ia termasuk penduduk surga"
(HR Al-Bukhari no 2898 dan Muslim no 179)

Maka Sungguh benar perkataan Hammad bin Salamah :

مَنْ طَلَبَ الْحَدِيْثَ لِغَيْرِ اللهِ مُكِرَ بِهِ

"Barangsiapa yang mencari hadits bukan kerana Allah maka akan dibuat makar kepadanya"
(Al-Jaami' li Akhlaaq Ar-Roowi wa Aaadaabus Saami' 1/126 no 20)

Kita dapati adanya orang-orang yang tersohor dengan ilmunya, jadilah ia pemimpin para dai, namun ternyata pada akhirnya iapun ditinggalkan oleh para pengikutnya…. Semua ini karena buruknya niat yang tersembunyi.



Hakikat orang yang kita harapkan pujiannya


Tahukah kita siapa hakikat orang yang kita harapkan pujiannya tatkala kita beribadah?, tatkala kita sholat dengan menghinakan jidat kita di tanah?, tatkala kita menuntut ilmu dengan susah payah?, tatkala cape untuk berdakwah??!!

Saya mengajak para pembaca sekalian merenungkan hakikat orang yang kita harapkan pujiannya tersebut…

Pertama : Manusia yang berada di hadapan kita, yang kita harapkan pujiannya adalah makhluk yang tidak bisa memberi manfaat dan mudhorot

kedua : Lihatlah manusia yang ...kita harapkan pujiannya, ternyata merupakan makhluk yang sangat lemah, coba lihat dan ingat tatkala ia sedang sakit dan terbaring di rumah sakit, maka perihalnya seperti anak kecil yang tidak bisa berbuat apa-apa. Makhluk yang seperti ini maka buat apa kita mengharapkan pujiannya??

Ketiga : Jika manusia yang kita harapkan pujiannya itu meninggal dan tidak dikubur tentunya akan menimbulkan bau yang sangat busuk dan mengganggu. Bahkan bau busuknya bisa mengganggu warga sekampung, bahkan busuknya mayatnya bisa menimbulkan beraneka ragam penyakit. Jika perkaranya demikian, maka apakah pantas kita mengharapkan pujian dari makhluk yang seperti ini??!!

Keempat : Bisa jadi kita lebih baik daripada makhluk yang kita harapkan pujiannya tersebut, kalau begitu buat apa mengharap pujian dari orang yang lebih rendah dari kita..??

Kelima : Makhluk yang kita harapkan pujiannya ini memang memuji kita dengan pujian yang indah, tapi coba kalau dia bermasalah dengan kita, tentunya akan memaki kita juga dengan makian yang lebih indah juga.
Keenam : Orang yang riyaa' pada hari kiamat disuruh mencari pahala dari orang-orang yang dia dahulu mengharapkan pujian dan penghormatan dari mereka tatkala di dunia.

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :

إِنَّ أَّخْوَفَ مَا أَخَافُ عَلَيْكُمْ الشِّرْكُ الأَصْغَُرُ، قَالُوْا : وَمَا الشِّرْكُ الأَصْغَرُ؟ قَالَ : الرِّيَاءُ، يَقُوْلُ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ لِأَصْحَابِ ذَلكَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ إذَا جَازَى النَّاسَ : اِذْهَبُوْا إِلَى الَّذِيْنَ كُنْتُمْ تُرَاءُوْنَ فِي الدُّنْيَا، فَانْظُرُوْا هَلْ تَجِدُوْنَ عِنْدَهُمْ جَزَاءً ؟!

"Sesungguhnya yang paling aku khawatirkan menimpa kalian adalah syirik kecil". Mereka berkata, "Apakah itu syirik kecil?". Nabi berkata, "Riyaa', pada hari kiamat tatkala Allah membalas perbuatan manusia maka Allah berkata kepada orang-orang yang riyaa' : "Pergilah kalian kepada orang-orang yang dahulu di dunia kalian riyaa kepada mereka, maka lihatlah apakah kalian akan mendapatkan balasan amalan (riyaa) kalian di sisi mereka??!" (Hadits ini dishahihkan oleh Syaikh Albani dalam ash-Shahihah no 951).

Para pembaca yang budiman apakah orang-orang yang kita harapkan pujian mereka akan bisa membantu kita sedikitpun di akhirat kelak?, apakah mereka bisa memberikan sedikitpun ganjaran amal sholeh kita?. Jawabannya tentu tidak.
Ketujuh : Meskipun kita dipuji setinggi langit akan tetapi kita yang lebih tahu tentang hakikat diri kita yang penuh dengan dosa. jika seandainya satu dosa kita saja dibongkar oleh Allah maka seluruh orang yang tadinya memuji kita tentu akan berbalik mencela kita....wallahu a'lam



Hakikat kita yang dipuji


Sesungguhnya pujian dan sanjungan orang lain kepada kita tidaklah akan merubah hakikat kita di hadapan Allah Yang maha Mengetahui apa yang nampak dan tersembunyi. Orang lain boleh terpedaya dengan penampilan kita… dengan indahnya perkataan kita… dengan ta'jubnya tulisan-tulisan kita… akan tetapi kitalah yang lebih tahu tentang hakikat diri kita yang penuh dosa.

Sungguh indah perkataan Muhammad bin waasi' rahimahullah :

لَوْ كَانَ لِلذُّنُوْبِ رِيْحٌ مَا جَلَسَ إِلَيَّ أَحَدٌ

"Jika seandainya dosa-dosa itu mengeluarkan bau maka tidak seorangpun yang akan duduk denganku" (Siyaar A'laam An-Nubalaa' 6/120)

Jika setiap dosa yang kita lakukan memiliki bau busuk yang khas tentunya akan keluar beraneka ragam bau yang busuk dari tubuh kita. Maka semua orang akan lari dari kita.

Jika seandainya Allah membongkar satu saja aib kita yang selama ini kita sembunyikan tentunya semua orang yang tadinya memuji dan menghormati serta menyanjung kita akan berbalik mencela dan merendahkan. Wallahul musta'aan.

Sebagai renungan maka silahkan membaca kembali artikel ini (http://www.firanda.com/index.php/artikel/wejangan/27-wasiat-ibnu-masud-1-qkalau-kalian-mengetahui-dosa-dosaku-maka-tidak-akan-ada-dua-orang-yang-berjalan-di-belakangkuq-) dan juga artikel (http://www.firanda.com/index.php/artikel/34-penyakit-hati/105-kenapa-mesti-ujub)

Akhirnya… selamat berjuang dan berjihad melawan riyaa… sungguh jihad yang sangat sulit.., sungguh jihad yang tiada hentinya… hingga nafas yang terakhir.

Hidayah itu untuk dicari! bukan untuk ditunggu!

Assalamu ‘alaikum warohmatullohi wabarokatuh,
Ahlan wa sahlan, ikhwan wa akhwati fillah, alhamdulillah, ana sangat bersyukur jika ikhwah membuka halaman ini dengan niatan untuk mengenal ana lebih jauh.
Dalam bagian ini, ana khususkan untuk berbagi pengalaman ana mengenai perjalanan ana bagaimana hubungan ana dengan Alloh, diin-Nya dan Rosul-Nya.

Seperti kebanyakan orang, ana dulunya seorang orang yang hanya beridentitas muslim, sangat jauh dari muslim sesungguhnya. Bahkan kewajiban sholat itu sendiri tidak pernah ana rasakan sebuah kewajiban, apalagi kebutuhan. Sehingga ana sangat jarang sekali menegakkannya. Semoga Alloh mengampuni dosa-dosa ana, baik dosa-dosa itu adalah karena kebodohan ana, terlebih lagi dari kesadaran ana sendiri, baik yang ana ketahui (sadari) maupun yang tidak ana sadari. aamiin.

“Sempat sadar….”

Fase ini terus berlanjut, hingga ana kelas XI SMA, ketika itu ana mengikuti salah satu program islam yang sedikit mengenalkan ana dengan diin ini, dan bahkan “sempat menyadarkan ana” dalam beberapa bulan, sayangnya, ini tidak berlangsung begitu lama. Mungkin karena kelemahan hati ana terhadap dunia, atau belum begitu tertanamnya iman itu dihati ana. Program ini baik, namun menurut ana, point pentingnya dalam penyampaian ini tidak begitu memfokuskan pesertanya untuk memahami tujuan hidup yang sebenarnya, yaitu “mentauhidkan Alloh”.

Konten dari seminar ini sebatas memberikan penyadaran bagi pesertanya untuk bertaubat akan dosa-dosa yang diperbuatnya, sehingga tidak heran, banyak yang kembali lagi kepada kehidupan mereka sebelumnya -kembali melakukan dosa-dosanya- walaupun, disana ana harus mengakui kekuasaan Alloh dalam membolak-balikan hati hamba-Nya. Namun, kalau tidak di-’pupuk’ dengan bekal yang kuat, tentunya hanya akan berdampak jangka pendek, karena hal ini sesuai dengan pengalaman pribadi ana, sehingga dalam beberapa bulan setelahnya, ana kembali lagi melakukan dosa-dosa dan kembali jauh dari diin. Wallahu musta’an, semoga Alloh melindungi ana dari ketergeliciran dan keterjerumusan ana kedalam kemaksiatan dan kesyirikan amin!

Hidayah itu untuk dicari! bukan untuk ditunggu!

Kebanyakan kita menanyakan kepada saudara-saudara kita, “Kenapa engkau tidak melaksanakan kewajibanmu sebagai seorang muslim?” Maka ia akan menjawab “Iya nih, ana ‘belum dapat hidayah’”. Sungguh ini pemikiran yang bathil, yang secara tidak langsung, ia menyalahkan Alloh, yang tidak menurunkan hidayah kepadanya, yang karenanya ia tidak beribadah. -ana pun dulunya juga demikian-. Namun, kembalilah berpikir saudaraku, bagaimana mungkin Alloh akan memberikan taufiq dan hidayah-Nya kepada kita jika kita acuh tak acuh terhadap-Nya, terhadap agama-Nya, dan terhadap Rosul-Nya? Bagaimana kita akan mendapatkan rezeki sedangkan kita tidak mencarinya? Apakah kita dengan tidak melakukan apa-apa akan mengatakan “Iya nih belum dapat rezeki”. Bukan itu permasalahannya, permasalahannya kita sendiri yang tidak mencari rezeki tersebut! Begitupun dengan petunjuk-Nya!
Maka, Sungguh indah perkataan syaikhul Islam, Ibnu Taimiyyah rohimahulloh, yang artinya:
“Sesungguhnya, ketika Nabi Adam ‘alaihissalam melakukan dosa, maka ia bertaubat, lalu Rabb-nya memilihnya dan memberi petunjuk kepadanya. Sedangkan Iblis, ia tetap meneruskan dosa dan menghujat, maka Allah melaknat dan mengusirnya. Barangsiapa yang bertaubat, maka ia sesuai dengan sifat Nabi Adam ‘alaihissalam, dan barangsiapa yang meneruskan dosanya serta berdalih dengan takdir, maka ia sesuai dengan sifat Iblis. Maka orang-orang yang berbahagia akan mengikuti bapak mereka dan orang-orang yang celaka akan mengikuti musuh mereka, Iblis.” (Majmuu’ul Fataawaa VIII/64)

Hidayah itu akan datang dan PASTI datang jika kita jujur menginginkannya dan mempunyai niat IKHLASH untuk mendapatkannya, dan mempunyai tekad untuk meraihnya!

Sungguh, ya ikhwah fillah, ini merupakan pengalaman pribadi ana sendiri, baiklah untuk mempersingkat, maka pernyataan diatas bisa ana buktikan dengan pengalaman pribadi ana.
Bulan sya’ban kemarin (1429), tepatnya pada akhir bulan sya’ban, ana berkata pada diri ana, “Sungguh! romadhon-romadhon yang telah perna ana lalui begitu hampa, ana menginginkan semoga bulan romadhan ini akan menjadi ladang pahala bagi ana untuk mendekatkan diri kepada-Nya” setelahnya, maka ana berpikir, bagaimana ana akan sungguh-sungguh jika ana tidak yakin, (maksudnya untuk menanamkan keyakinan tentang Kebenaran-Nya).

Maka mulailah ana memulai pencarian, sebelumnya, ana ingin terlebih dahulu meyakini agama lain adalah bathil sebelum meyakini kebenaran agama ini (Islam). Maka ana pertama kali melakukan riset singkat mengenai yahudi, yang ana dapatkan adalah ketidak-jelasan dan kekaburan, dan seperti apa yang diberitakan dalam firman-Nya yaitu sifat-sifat mereka yang menyembunyikan kebanaran dan menyimpangkan kebenaran shodaqolloh! Kemudian, ana beralih untuk mencoba mengenal nashrani, sangat cepat ana mengingkari agama ini karena pemahaman trinitasnya yang sungguh tidak sejalan dengan fitroh manusia! ana tidak mengecek agama-agama seperti budha, hindu dll. karena telah jelas keyakinan ana terhadap kesesatan mereka, para penyembah dewa/berhala yang bathil.
Setelah berkeyakinan bahwa seluruh agama selain Islam itu bathil, maka ana melanjutkan riset ana untuk lebih mengenal Islam. maka pertama-tama ana ingin mengetahui asal-usul segala kehidupan. Maka pertama kali ana mencari kehidupan terdahulu, Subhanalloh, dari pencarian ini, keyakinan ana semakin bertambah dengan lebih mengenal Robb semesta alam, Alloh ‘azza wa jalla, sebagai Pencipta Yang Hak, Yang Maha Awal lagi Maha Akhir.

Coba tanyakan pada diri kita, “darimana sih asal-muasal kita”, mungkin kita akan menjawab, “ya dari orang tua yang melahirkan kita”, maka tanyakan lagi, “darimana asal-muasal orang-tua kita”, teruus, sampai Nabi Adam, sampai kepada seluruh alam semesta, dan pada Yang Maha Awal, Alloh subhanahu wa ta’ala.
Belum cukup untuk memupuk keimanan? Maka pikirkanlah kedepan! Apakah kita akan hidup abadi? selamanya? ataukah akan mati? maka jika kita menjawab “kita akan mati”, maka kembali pikirkanlah, apakah ketika kita mati, “case-closed, selesai urusan, tidak terjadi apa-apa”? Kita telah meyakini Islam sebagai agama kita, dan Ketetapan Alloh subhanahu wa ta’ala bahwa seluruh manusia tanpa terkecuali akan mengalami kematian dan akan menjalani kehidupan setelahnya, kehidupan yang lebih kekal dibandingkan kehidupan yang fana ini.

Pikirkanlah saudaraku, kita hidup -misalnya- 50 tahun, lalu kita dikuburkan, maka bayangkan, kita berada didalamnya untuk berpuluh-puluh tahun, beratus-ratus tahun, beribu-ribu tahun atau lebih dari itu. Untuk menanti datangnya kiamat yang telah kita yakini bersama akan kepastian terjadinya!
Maka apakah kita akan berjudi dengan kehidupan yang bahagia tapi sangat singkat dengan kesengsaraan yang lama -atau bisa jadi kekal- ? Pikirkanlah wahai saudaraku yang berakal!
Maka dari keyakinan itu, semakin meyakini ana untuk benar-benar beribadah kepada-Nya! Lalu ana terus melakukan pencarian tentang kehidupan setelah hidup, maka ana menemukan dahsyatnya neraka, (silahkan

baca artikelnya disini: Sifat Neraka serta Ahlinya), yang semoga Alloh memberikan kebaikan yang banyak bagi pemilik blog tersebut yang melalui blog tersebut, Alloh memberikan petunjuk-Nya kepada ana. Tapi ana menyarankan bagi yang mengunjunginya, untuk mengecek kembali hadits-haditsnya karena disana tidak disebutkan secara terperinci hadits-haditsnya.
Maka air-mataku bercucuran (saat membacanya) karena begitu bodohnya diriku jika aku mati dalam keadaan hina, begitu buruknya tempat kembali seperti itu! ana pun membaca tentang padang masyar, perjalanan ash-shirot, dan syafa’at Rosululloh, yang semakin menambah kecintaan ana terhadap Alloh dan Rosul-Nya. Maka, niat ana yang tadinya hanya sebatas “iseng” untuk mengenal Islam untuk ana yakini dengan tidak ada niat kecuali untuk mengenalnya karena Alloh, maka dengan itu Alloh pun memberikan hidayah dan taufiq-Nya dengan sebab itu! subhanalloh wal hamdulillah! Alloh Yang Maha Pemberi Petunjuk dan Maha Adil lagi Maha Bijaksana, semoga Engkau menetapkanku atas petunjuk-Mu dan Engkau lebih mengetahui siapa yang berada diatas petunjuk dan siapa yang berada diatas kesesatan. Maka tempatkanlah aku diatas petunjuk-Mu ya robb! aamin!

Maka mulailah dari saat itu, ana terus meneggakkan sholat lima waktu dan sholat-sholat sunnah lainnya, alhamdulillah, Alloh memberikan ana kenikmatan untuk beribadah kepada-Nya dibulan yang suci lagi diberkahi! Terlebih, Ia membantu ana untuk bisa beribadah dengan baik pada bulan itu, yang dimana disini (di Melbourne), di tiap qiyamul laylnya, di imami oleh seorang hafizh qur’an, yang sangat indah suaranya, dan mengimami kami dengan 1 juz permalam sehingga kami dapat menyempurnakan seluruh sholat malam kami komplit 30 juz. Walhamdulillah!
Mungkin sebagian dari kita akan mengeluh dengan berdiri yang terlalu lama atau sebagainya, sungguh, bercerminlah saudaraku, keluhan itu menandakan kualitas keimanan kita, maka teruslah kita perbaiki keimanan kita, sehingga ibadah kita akan ikhlash. Coba bandingkan, kita bekerja seharian, sedangkan untuk berdiri menyembah-Nya hanya kita sempatkan 2 menit! sungguh BAKHIL! Alloh memberikan kita waktu yang berharga 24 jam! lalu kita membalasnya 2 menit? maka jika hanya berdiri untuk 10 atau 20-30 menit untuk mendapatkan sholat yang khusyu’ atau sedikit lebih lama dari itu seharusnya tidak kita jadikan beban!
Alhamdulillah, Alloh tetap membantu ana untuk beribadah kepada-Nya dan tetap istiqomah sampai setelah selesai romadhon, ana juga sangat mengkhawatirkan dengan akan terjerumusnya ana kembali kepada ana yang dulu, tapi ana terus imbangi dengan selalu berharap kepada-Nya agar ana ditetapkan dijalan-Nya. Dengan kombinasi berimbang dua hal ini, niscaya akan maka akan muncul kecintaan kepada-Nya.

Mengenal Manhaj Salaf melalui bimbingan-Nya

Setelah itu, ana terus memperbaiki diri ana, mengenal ilmu-ilmuNya, dengan ikhlash hanya untuk mencari kebenaran, maka alhamdulillah, ditunjukkan jalan kebenaran itu. Dalam waktu itu, ana meninggalkan hobi ana, seperti musik, fanatik sepakbola, dll. Mungkin ada yang menganggap ana radikal, kaku dll. tidak sama sekali tidak, ana hanyalah ingin berhati-hati, dan tidak ingin terjerumus kepada dosa. Ingat hal yang samar-samar (syubhat) yang tidak ketahui halal atau haramnya, paling tidak kita jauhi untuk menjaga kehormatan kita. Ana teringat dengan kata-kata mutiara yang indah yang selalu membekas dihati ana sampai sekarang, yaitu salah satu perkataan ulama salaf, yang kira-kira bunyinya:
“jika aku mendapatkan dua pilihan, maka pilihan yang lebih dekat dari hawa nafsuku, maka itulah yang aku buang (tinggalkan)”
Inilah yang ana selalu tanamkan di dalam diri ana, untuk selalu mengutamakan kebenaran, daripada akal dan hawa nafsu ana. Dengan ini, alhamdulillah Alloh membimbing ana untuk dapat mengenal manhaj salaf. Karena inilah manhaj yang haq! Dan manhaj yang menampakkan kebenaran secara ilmiyyah menghadang syubhat-syubhat yang mewahana diluar sana.

Mungkin ada sebagian thulab, terlebih lagi ustadz yang membaca artikel ini akan begitu merendahkan ana. (Ah, otodidak, nggak mungkin). Wallahi ya akhi, memang otodidak adalah hal yang sangat tidak dianjurkan untuk mengenal agama ini. Dan memang, ana akui lebih banyak salahnya daripada benarnya jikalau kita menempuh cara seperti ini. Orang yang belajar sendiri, harus berkarakter mau dikoreksi jikalau tidak malah membuatnya binasa dan tersesat dijalan-jalan kesesatan. Tapi hanya itulah cara ana, yang pada waktu itu, ana berada sendirian di negri kuffar. Terlebih, resiko tersesatnya pun sama, apabila ana mencoba mengambil ilmu dengan ustadz-ustadz disini yang ana sendiri juga tidak tahu pemahamannya. Maka ana hanya terus berdo’a kepada Alloh agar dibimbing kepada jalan-Nya yang lurus.
Beruntung, kedua orang tua ana yang sudah terlebih dahulu mengenal manhaj ini, mengirimkan ana CD-CD MP3 yang bermanhaj salaf yang sangat membantu ana mengenal islam dengan pemahaman yang benar. Ana pun terus mencari ilmu sebisa ana di internet tentunya dengan mengutamakan kaedah-kaedah pengambilan informasi yang jelas, sehingga alhamdulillah, informasi-informasi yang ana dapatkan sesuai dengan pemahaman shahabat.

Seorang thulab pemula yang jahil

Dengan semangat tinggi, maka ana terus membuka pintu lebar-lebar untuk dapat mendapatkan ilmu syar’i yang haq. Alhamdulillah, Alloh membimbing ana terbebas dan terselamatkan dari berbagai macam fitnah yang tersebar didunia maya seperti fitnah terhadap syaikhul islam muhammad bin abdul wahhab, fitnah takfiri, fitnah tabdi’ dll. dan juga terbebas dari pehamaman-pemahaman menyimpang seperti pemahaman Khawarij, Syi’ah, Mu’tazilah, Murji’ah, Sufi, Jahmiyyah, Qodariyyah dan berbagai macam pemahaman sesat lainnya, dan juga terbebas dari jeratan firqoh-firqoh (kelompok-kelompok) seperti Ikhwanul Muslimin (IM), Hizbut Tahrir (HT), Jama’ah Tabligh (JT), Jama’ah Islamiyyah (JI) dan segala harokah-harokah lain. Alhamdulillah.
Seperti kebanyakan para thulab pemula, maka ana pun sangat bersemangat menanamkan berbagai kebaikan dalam diri ana, serta membuang segala keburukan-keburukan dalam diri ana seperti syirik, maksiat dan bid’ah. Menyangkut masalah terakhir, seperti layaknya para thulab lainnya, ana sangat bersemangat untuk memberantas hal ini dalam rangka menegakkan sunnah. Ana bergabung di beberapa forum-forum islam, dengan maksud memberantas hal itu, yang mana ana sangat suka sekali berbantah-bantahan, debat dengan yang berpemahaman menyimpang, hingga terkadang ana melampaui batas. -wallahul musta’an, semoga Alloh menjauhkan sifat-sifat itu dalam diri ana-
Ini yang sangat ana sesalkan, namun ana tetap bersyukur kepada Alloh, yang dengannya kesalahan-kesalahan tadi ana bisa mengambil banyak pelajaran untuk kedepannya. Sungguh, begitu banyak waktu yang terbuang percuma hanya untuk memuaskan hawa nafsu ana, berbantah-bantahan dengan mereka, padahal keinginan awal ana yaitu untuk bisa menegakkan sunnah sekaligus menegakkan hujjah kepada mereka dan menginginkan mereka kembali kepada pemahaman yang benar, namun sayangnya ana malah melakukannya dengan cara yang tidak sesuai sunnah.
Alhamdulillah, ana dinasehati oleh seorang ikhwan, untuk tidak terlalu menghabiskan waktu untuk membantah syubhat mereka, karena telah ada yang lebih ahli dari ana yang sudah membantah mereka. Hanya ada dua kemungkinan dari bantahan ana tersebut, yaitu mengaburkan bantahan yang telah ada (atau terlebih lagi malah menyimpangkannya) atau malah menjauhkan thulab yang lain dari manhaj yang haq ini. Maka ia menasehati ana untuk “nafsi, nafsi” berpikir untuk diri ana sendiri dulu. Fokus untuk mencari kebenaran menuntut ilmu agar ana dapat menemukan dan memperbaiki kesalahan-kesalahan ana. Dan benar, ternyata masih sangat banyak ilmu yang perlu ana pelajari. Semoga Alloh merahmati dan memberkahi ikhwan tersebut. aamiin.

Memanfaatkan Semester Pendek, dengan mendapatkan bimbingan langsung dari ustadz

Alhamdulillah, pada pertengahan bulan dzulhijjah kemarin (1430), tiba saatnya liburan, yang ana manfaatkan sebaik-baiknya untuk menuntut ilmu langsung dari asatidz di Jakarta. Sebelumnya, ana yang dibawa kedua orang tua ana menemui langsung ustadz yazid bin abdil qodir jawwas hafizhohulloh, yang pertama kali beliau nasehati kepada ana yaitu membaca kitabnya, “menuntut ilmu jalan menuju surga”, sebelum membaca kitab-kitab lain.
Kitab ini sangatlah bermanfaat bagi kita para thulab, mengingat perlunya kita mengenal adab-adab, menempatkan posisi kita sebagai penuntut ilmu, menghormati dan menghargai ulama, serta menghormati orang-orang disekitar, dan berbakit kepada kedua orang tua. Banyak hal yang bermanfaat bisa kita peroleh dari kitab ini, semoga para thulab membacan dan memfokuskan kitab ini sebaik-baiknya untuk dapat lebih mengenal adab yang diajarkan manhaj salaf.
Kemudian, ana melanjukan semester pendek ana, yang kebetulan ana mengambil mata kuliah yang dilaksanakan di malang (kerjasama universitas ana dengan UIN Malang). Disana alhamdulillah ana bisa berkenalan dengan ikhwan-ikhwan salafy dan dekat dengan para asatidz disana. Sehingga ana bisa mengambil banyak pelajaran berharga disana. Rencananya pula, ana ingin terus memperkuat ukhuwah ana dengan mereka dengan kembali mengunjungi mereka akhir tahun ini, insya Alloh.

Terus berusaha istiqomah dijalan-Nya untuk dapat benar-benar meneladeni para salafush sholeh

Dengan pengalaman ana yang singkat dan masih sangat baru di manhaj yang haq ini, alhamdulillah ana bisa mengambil pelajaran dengan memperbaiki kesalahan-kesalahan ana (semoga akan terus seperti itu, dan dijauhkan dari sifat sombong, yang menolak kebenaran dan meremehkan manusia (yang menyampaikan kebenaran)). Semoga pengalaman ana ini bisa dapat sama-sama kita ambil pelajarannya dan dapat kita jadikan bahan renungan bersama, sehingga menjadikan kita menjadi muslim ahlus-sunnah yang lebih baik kedepannya aamiiin..
Semoga Alloh membantu kita untuk tetap istiqomah dijalan-Nya dan tetap berjuang menegakkan tauhid dan sunnah di dalam DIRI KITA dan KELUARGA, dan sebisanya mendakwahkannya di lingkungan dan orang-orang terdekat kita baik secara langsung maupun tidak langsung (maya, internet). aaamiiin.
Wallahu ta’ala a’lam bish shawab.
Semoga shalawat dan salam senantiasa Allah limpahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam beserta keluarga dan para sahabatnya radiyallahu anhum ajmain dan orang-orang yang mengikuti beliau hingga akhir zaman.
Ya Allah, tunjukkanlah kepada kami kebenaran itu sebagai kebenaran dan berilah kami kekuatan untuk mengikutinya, serta tunjukkanlah kepada kami kebatilan itu sebagai sebuah kebatilan, dan berilah kami kekuatan untuk menjauhinya.
Maha Suci Engkau Ya Allah, dan dengan memuji-Mu, saya bersaksi bahwa tiada Tuhan yang berhak disembah melainkan Engkau, saya memohon ampun dan aku bertaubat kepada-Mu.

Memetik hikmah dari daun yang beserahkan 3


Seorang Berkata Tuhan, luka itu jangan kau alamatkan pada kami. Seseorang yang bertaqwa kepada Allah di saat susah dan senang ia tetap tak pernah lepas dari doa karena pada hakikat nya Setiap doa pasti akan dikabulkan oleh Allah..cepat atau lambat. Addu'aau shilahul mukmin..doa itu senjata orang beriman. Mintalah pada yg Maha memberi,yang sayangNya Maha luas, yang Malu bila hambaNya menadah tangan tanpa diberi..SubhanaLLahal 'azdim,SubhanaLLah wa bihamdiH!


Ada seorang hamba sedang di uji dalam kehidupan nya sehingga ia hanya bisa berdoa meminta kemudahan kepada Allah Ta'ala agar bisa memberikan pekerjaan pada-Nya ..

karena orang ini masih mengangur maka ia sering sowam kerumah serta sering kali ia membantu saya untuk membersikan mesjid di yayasan di waktu pagi hari,sehingga saya pun tambah semangat karena ada yang bantuin . ^__^ Subhanallah orang ini sangat ikhlas sekali membantu saya membersikan mesjid sehingga ia hampir setiap hari datang ke yayasan untuk bantuin saya untuk membersikan mesjid ...

Namun karena di yayasan terkadang menjadi ajang tempat istirahat tukang kredit jadi mesjid rame terus di kunjungi sehingga terkadang kotor jadi harus tiap hari di bersikan ..

Sehingga Setelah saya pikirkan bahwa ada hikmah yang tersimpan dari keramean di saat mesjid di yayasan saya di jadikan tempat istirahat sejenak untuk tukang kredit karena yang sudah-sudah saya melihat nya banyak dari kalangan tukang kredit yang shalat berjamaa'ah dan membaca tadarus di siang hari nya .

Contoh ada seorang bapak-bapak tukang kredit beliau sudah cukup tua umurnya kisaran 60 Tahun beliau adalah sesosok orang tua yang patut kita contoh karena dari umur nya di waktu muda sampai ia berumur tua ia tak pernah bosan bersujud kepada Allah serta menjalankan hak-hak Allah sehingga ia selalu menggisi waktu kosong dengan ibadah serta beramal . Subhanallah ..


Namun di saat ketika suatu hari saya dan mas helmi sedang membersikan mesjid pagi itu beliau datang dengan sepeda mini nya dan posisi saya pun sedang rebahan di kotak amal karena kecapean , tak lama kemudian setelah ia menaruh sepeda nya ia lagsung bergegas ke tempat wudhu untuk mengambil air wudhu dan melakukan shalat dhuha .. setelah ia mengambil wudhu ia menyamperi saya dan beliau berkata kepada saya dan helmi ..

Mas Andi dan Mas Helmi : sudah Dhuha ??
Saya pun menjawab nya : belum pak yunus , karena sedang ngaso dulu
Pak Yunus : tersenyum ia lagsung pamit dan masuk ke mesjid
Mas Helmi berkata : Subhanallah mas Andi orang tua itu rajin kali ibadah nya
Saya Pun menjawab nya : itulah ciri orang yang bertaqwa walaupun dimana saja ia berada ia tak pernah meninggalkan kewajiban dan hak-hak Allah dan orang yang bertaqwa tidak pernah merasa miskin karena hati nya selalu di tambahkan keimanan Sama Allah .

Setelah saya berbicara sama helmi seperti itu tak lama kemudian pak yunus selesai mengerjakan shalat nya sehingga iya buru2 bergegas untuk kembali bekerja namun sebelum ia meninggalkan mesjid ia menghampiri saya di kira saya mau ngapain , eh ternyata dia mau beramal . Subhanallah .. dan saya pun berkata pada nya ..

Andi : wah pagi pagi pak yunus sudah beramal nich ?
Pak Yunus : iya dong , buat tabagun di akhirat .
Andi : saya pun terseyum
Pak Yunus :juga tersenyum .


kalau kita maknai bahwa kalau kita beramal untuk tabungan di akhirat itu benar karena ada suatu hadist yang mengatakan nya : Allah Ta’ala berfirman,“Dan barangsiapa yang menghendaki kehidupan akhirat dan berusaha ke arah itu dengan sungguh-sungguh sedang ia adalah mu'min, maka mereka itu adalah orang-orang yang usahanya dibalasi dengan baik.” (QS. Al Israa’: 19)

Marilah –saudaraku-, kita ikhlashkan selalu niat kita ketika kita beramal. Murnikanlah semua amalan hanya untuk menggapai ridho Allah. Janganlah niatkan setiap amalanmu hanya untuk meraih kenikmatan dunia semata. Ikhlaskanlah amalan tersebut pada Allah, niscaya dunia juga akan engkau raih. Yakinlah hal ini saudaraku karena saya pun sangat menyakini janji Allah yang terdapat dalam kitab suci nya ...!!

Namun dari sikap kebaikan yang di miliki oleh pak yunus ternyata di contoh sama mas helmi sehingga apa yang saya saksikan ternyata benar di lakukan oleh mas helmi.. walaupun ia tidak bekerja status nya namun ia selalu beribdah dan beramal serta berdoa meminta kepada Allah agar di kehidupan dunia nya di beri petunjuk kebaikan dan kemudahan dalam saat hari akhir .

Sehingga dalam berjalan nya waktu ia menghabiskan nya ubtuk ibadah , beramal kebaikan serta berusaha untuk merubah statusnya sebagai pengangguran .

Di saat ia menganggur ia pernah berkata kepada saya apabila suatu saat nanti saya sudah mendapatkan pekerjaan maka gazi saya yang pertama akan saya nadzar ke anak-anak yatim , sehingga karena ia tak pernah putus asa walaupun ia sering melamar kerjaan serta di tolok terus akhirnya tak lama keudian dalam berselang waktu 1,5 bulan , ia telah mendapatkan kerjaan namun menurut dia pekerjaan yang akan dia geluti tak layak untuk dia kerjakan , karena pekerjaan yang di tawarkan oleh seorang temannya menjadi kulli pangul proyek namun selain pekerjaan kulli panggul ada juga yang menawarkan pekerjaan yang lain serta di janjikan dengan gazi yang cukup lumayan besar ,tetapi dari pekerjaan yang di tawarkan temannya dengan gazi yang lumayan besar itu tidak jelas sehingga ia mencoba untuk melakukan shlat istikharah . setelah shalat istikharah sudah di lakukan ia mencoba ntuk meminta pendapat dari ibu nya sehingga terucaplah sepercik nasihat mutiara dari lisan seorang ibu : Nak .... Allah sedang mengujimu, Allah memberikan 2 pekerjaan sekaligus untukmu agar kamu bisa memelih pekerjaan yang menurut mu baik . yang ibu rasakan dari kedalaman batin ibu .. Ibu lebih srek kalau kamu bekerja sebagai kulli panggul di proyek walaupun gazi nya sangat kecil namun berkah serta pekerjaan nya pun sudah jelas pasti halal di banding tawaran pekerjaan yang kedua ibu kurang yakin dengan pekerjaan tersebut walaupun kerjaan ini besar gazi nya namun buat apa kalau tidak berkah .. Jujur Ibu tidak ingin kamu memberi sesuap nasi untuk ibu serta adik-adik mu dari rezeki yang haram ( Tidak Berkah ) setelah ibu nya berkata seperti itu helmi kemudian kembali berfikir dan meminta petunjuk Allah . setelah pagi telah menjelang dan mentari pagi dengan sinar nya menerangi dunia terbit dari ufuk timur helmi mencoba mendatangi kantor kantor yang kedua yang beralamat di jl-thamrin ( Jak-Sel) setelah ia datengi kantor tersebut ternyata alamat yang di beri oleh teman nya adalah kantor berbentuk rumah sehingga ia mencoba untuk memasuki nya namun rumah tersebut di kunci dan satpam nya pun tidak ada dan akhirnya ia mencoba untuk kembali ke temapat kantor nya yang pertama yang menwakan ia sebagai pekerja kulli proyek .

ketika kedatangan nya di proyek ia langsung di jamu oleh seorang teman nya sehingga pada akhirnya teman nya kembali bertanya apakah kamu sudah siap helmi untuk bekerja sama ? Sehingga dengan lisan yang tak berdosa helmi menyetujui tawaran itu namun pada akhirnya ia bekerja di proyek tersebut . berseling waktu 2 bulan ia mendapatkan kabar bahwa teman nya yang menawarkan pekerjaan waktu itu dengan tawaran gazi yang cukup tinggi ternyata telah tertangkap polisi di sebabkan dia adalah seorang bandar narkoba , sehingga dalam hati nya pada saat mendengar penangkapan seorang temannya terlibat khasus narkoba ia hanya bisa berkata : bersyukur kepada Allah Ta'ala yang membimbing serta memberi petunjuk untuk kebaikan dalam menjalani kehidupan Nya ..

Allah Subhanahu Wa Ta'ala Berfirman :“Lalu barangsiapa yang mengikuti petunjuk-Ku, ia tidak akan sesat dan tidak akan celaka.” (Thaha: 123)





wassalam



Andi Muhammad

Shalat Tarawih, Keabsahan 23 Raka'at

Jumat, 20 Agustus 2010 01:00:27 WIB

SHALAT TARAWIH, KEABSAHAN 23 RAKA’AT


Oleh
Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin


Shalat tarawih adalah shalat malam berjama’ah pada bulan Ramadhan. Waktunya, mulai dari selesai shalat Isya’ sampai terbit fajar. Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam sangat menganjurkan agar melaksanakannya. Sabda Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam :

مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ رواه البخاري و مسلم

"Barangsiapa yang melaksanakan shalat malam pada bulan Ramadhan karena iman dan mengharapkan balasan, maka dia akan diampuni dosa-dosanya yang telah lewat".[1]

Dalam Shahih Bukhari diriwayatkan dari Aisyah Radhiyallahu 'anha : “Pada suatu malam Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam shalat di masjid. Lalu beberapa orang bermakmum kepada Beliau. Kemudian malam berikutnya Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam shalat, dan orang (makmum) bertambah banyak. Mereka pun berkumpul pada malam ketiga atau keempat, namun Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam tidak keluar. Pagi harinya, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

قَدْ رَأَيْتُ الَّذِي صَنَعْتُمْ فَلَمْ يَمْنَعْنِي مِنْ الْخُرُوجِ إِلَيْكُمْ إِلَّا أَنِّي خَشِيتُ أَنْ تُفْرَضَ عَلَيْكُمْ قَالَ وَذَلِكَ فِي رَمَضَانَ رواه البخاري

"Aku telah melihat perbuatan kalian. Tidak ada yang menghalangiku untuk keluar kepada kalian (untuk shalat), kecuali kekhawatiranku, kalau-kalau itu difardhukan atas kalian". [2]

JUMLAH RAKA’AT SHALAT TARAWIH
Permasalahan mengenai jumlah raka’at shalat tarawih, selalu mengemuka setiap memasuki bulan Ramadhan. Berikut kami angkat permasalahan ini, yang kami nukil dari pembahasan yang dilakukan oleh Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin, ketika beliau rahimahullah menanggapi sebuah risalah yang ditulis berkaitan dengan pelaksanaan shalat tarawih, baik menyangkut jumlah raka’atnya, maupun lama kecepatan shalatnya.

الحمد لله رب العالمين والصلاة و السلام على نبينا محمد خاتم النبيين وعلى آله وصحبه أجمعين أما بعد

Aku sudah menelaah sebuah risalah tentang shalat tarawih yang ditujukan kepada kaum muslimin. Telah sampai kabar kepadaku, risalah ini dibacakan di beberapa masjid. Risalah ini sangat bagus. Di dalamnya penulis mendorong agar khusyu’ dan tuma’ninah (perlahan) dalam melaksanakan shalat tarawih. Semoga Allah memberikan balasan yang baik atas kebaikannya. Namun, ada beberapa koreksi terhadap risalah ini, yang wajib dijelaskan. Diantaranya sebagai berikut:

PENULIS RISALAH INI MENUKIL RIWAYAT DARI IBNU ABBAS RADHIYALLAHU 'ANHUMA, BAHWA NABI SHALLALLAHU 'ALAIHI WA SALLAM SHALAT 20 RAKA'AT PADA BULAN RAMADHAN.[3]
Jawabnya:
Hadits ini dhaif (lemah). Dalam Syarah Shahih Bukhari (2/524) Ibnu Hajar rahimahullah menyatakan: "Adapun hadits yang diriwayatkan Ibnu Abi Syaibah dari hadits Ibnu Abbas Radhiyallahu 'anhuma, bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam shalat 20 raka’at dan witir pada bulan Ramadhan, maka isnad (jalur periwayatannya) hadits ini lemah dan bertentangan dengan hadits 'Aisyah yang terdapat dalam Shahih Bukhari dan Shahih Muslim, padahal Aisyah orang yang paling mengetahui perbuatan Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam pada malam hari, dibandingkan dengan lainnya".

Hadits Aisyah yang dimaksudkan oleh Ibnu Hajar rahimahullah ialah hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari (3/59), Muslim (2/166) dari Aisyah Radhiyallahu 'anha. Bahwa Abu Salamah bin Abdurrahman Radhiyallahu 'anhu bertanya kepada Aisyah Radhiyallahu 'anha perihal shalat Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam pada bulan Ramadhan. Aisyah Radhiyallahu 'anha menjawab:

مَا كَانَ يَزِيدُ فِي رَمَضَانَ وَلَا فِي غَيْرِهِ عَلَى إِحْدَى عَشْرَةَ رَكْعَةً وفي رواية لمسلم يُصَلِّي ثَمَانَ رَكَعَاتٍ ثُمَّ يُوتِرُ رواه البخاري و مسلم

"Pada bulan Ramadhan, Beliau tidak pernah melebihkan dari 11 rak’at. (Begitu) juga pada bulan lainnya. (Dalam hadits riwayat Muslim) Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam shalat 8 raka’at, lalu melakukan witir".

Dengan langgam bahasanya yang keras/tegas, hadits Aisyah ini memberikan kesan pengingkaran terhadap tambahan lebih dari bilangan (sebelas) ini. Sedangkan dari Ibnu Abbas Radhiyallahu 'anhuma tentang cara shalat malam Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, dia mengatakan:

فَصَلَّى رَكْعَتَيْنِ ثُمَّ رَكْعَتَيْنِ ثُمَّ رَكْعَتَيْنِ ثُمَّ رَكْعَتَيْنِ ثُمَّ رَكْعَتَيْنِ ثُمَّ رَكْعَتَيْنِ ثُمَّ أَوْتَرَ رواه مسلم

"Lalu Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam shalat 2 raka’at, kemudian 2 raka’at, kemudian 2 raka’at, kemudian 2 raka’at, kemudian 2 raka’at, kemudian 2 raka’at, kemudian witir". [HR Muslim 2/179]

Dengan ini menjadi jelas, bahwa shalat Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam pada malam hari itu, berkisar antara 11 dan 13 raka’at.

Jika ada yang mengatakan, bahwa shalat malam yang diterangkan dalam hadits ini bukanlah shalat Tarawih, karena Tarawih merupakan sunnah yang dikerjakan Umar bin Khaththab Radhiyallahu 'anhu.

Maka jawabnya : Shalat malam Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam pada bulan Ramadhan itulah (yang disebut) Tarawih. Mereka menamakannya Tarawih (istirahat), karena mereka memanjangkan shalatnya lalu istirahat setelah dua kali salam. Oleh karena itu dinamakan Tarawih (istirahat). Dan Tarawih termasuk sunnah perbuatan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam.

Dalam Syarah Shahih Bukhari (3/10) dan Shahih Muslim (2/177), dari ‘Aisyah Radhiyallahu 'anha disebutkan, pada suatu malam Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam shalat di masjid, lalu beberapa orang shalat (bermakmum) di belakang Beliau. Kemudian malam berikutnya Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam shalat, lalu makmum bertambah banyak. Kemudian mereka berkumpul pada malam ketiga atau keempat, namun Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam tidak kunjung keluar. Pagi harinya, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

قَدْ رَأَيْتُ الَّذِي صَنَعْتُمْ فَلَمْ يَمْنَعْنِي مِنْ الْخُرُوجِ إِلَيْكُمْ إِلَّا أَنِّي خَشِيتُ أَنْ تُفْرَضَ عَلَيْكُمْ قَالَ وَذَلِكَ فِي رَمَضَانَ رواه البخاري و مسلم

"Aku telah melihat perbuatan kalian. Tidak ada yang menghalangi untuk keluar kepada kalian (untuk shalat), kecuali kekhawatiranku kalau itu difardlukan atas kalian".[4]

Jika ada yang mengatakan: Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam membatasi diri dengan bilangan raka’at ini. Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam tidak melarang untuk menambah bilangan ini, karena menambahkan bilangan raka’at merupakan kebaikan dan pahala.

Jawabnya : Bisa jadi kebaikan itu ada pada pembatasan diri dengan bilangan ini, karena itu merupakan petunjuk Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam. Dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam. Jika kebaikan itu terdapat pada pembatasan dengan bilangan ini, maka membatasi diri dengan bilangan ini merupakan perbuatan yang lebih utama.

Bisa jadi juga kebaikan itu ada pada penambahan bilangan. Jika demikian, berarti Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam kurang dalam melakukan kebaikan dan rela menerima yang kurang daripada yang lebih utama dengan tanpa memberikan penjelasan kepada umatnya. Demikian ini hal yang mustahil.

Jika ada yang mengatakan: Lalu bagaimana menanggapi hadits yang diriwayatkan Imam Malik dalam Muwattha’, dari Yazid bin Ruman, dia mengatakan: "Dahulu pada zaman Umar, orang-orang melaksanakan shalat (tarawih) 23 raka’at di bulan Ramadhan". [Muwattha’ Syarah Az Zarqani, 1/239].

Jawabnya : Hadits ini memiliki illat (salah satu sebab lemahnya hadits) dan bertentangan. Illatnya adalah sanadnya munqhati' (terputus), karena Yazid bin Ruman tidak pernah ketemu Umar, sebagaimana dikatakan oleh ahli hadits, misalnya Imam Nawawi dan yang lainnya.

Segi pertentangannya, hadits ini bertentangan dengan yang diriwayatkan Imam Malik dalam Muwattha’ dari Muhammad bin Yusuf -dia ini tsiqat tsabat (terpercaya sekali)- dari Saib bin Yazid (dia adalah seorang sahabat), dia mengatakan: "Umar bin Khaththab memerintahkan Ubay bin Ka’ab dan Tamim Ad Dari agar mengimami orang dengan sebelas raka’at". [Muwattha’ Syarah Az Zarqani, 1/138].

Dilihat dari tiga segi, sesungguhnya hadits yang kedua ini arjah (lebih kuat) dibandingkan dengan hadits Yazid bin Ruman.

Pertama : Amalan (11 raka’at) ini lebih lurus dan lebih bagus, karena sesuai dengan bilangan raka’at yang sah dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam. Dan Umar Radhiyallahu 'anhu tidak akan memilih, kecuali yang sah dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam manakala ia tahu. Sangat kecil kemungkinan beliau Radhiyallahu 'anhu tidak mengetahui tentang bilangan ini.

Kedua : Hadits Saib bin Yazid mengenai 11 raka’at dinisbatkan (dikaitkan) kepada Umar. Jadi itu merupakan perkataan Umar. Sedangkan hadits Yazid bin Ruman mengenai 23 raka’at dikaitkan dengan masa Umar ; jadi itu merupakan iqrar (persetujuan) Umar, sedangkan perkataan lebih kuat (kedudukannya) daripada iqrar. Karena perkataan (menunjukkan kejelasan pilihan. Adapun iqrar, kadang untuk sesuatu yang mubah bukan pada pilihan. Umar mengakui (perbuatan) mereka 23 raka’at, karena tidak ada larangan dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam. Dan mereka bisa berijtihad dalam masalah ini. Lalu Umar mengakui ijtihad mereka, meskipun memilih sebelas raka’at, berdasarkan perintahnya kepada Ubay.

Ketiga : Hadits Saib bin Yazid mengenai 11 raka’at bersih dari illat, sanadnya bersambung. Sedangkan hadits Yazid bin Ruman memiliki illat (sebab tersembunyi yang bisa melemahkan hadits-pent), sebagaimana penjelasan di muka. Dan juga rekomendasi ketsiqahan sang perawi dari Saib bin Yazid yaitu Muhammad bin Yusuf lebih kuat daripada rekomendasi terhadap ketsiqahan Yazid bin Ruman. Mengenai perawi dari Saib bin Yazid yaitu Muhammad bin Yusuf dikatakan, dia ini tsiqah tsabat (terpercaya sekali). Sedangkan Yazid bin Ruman dianggap, dia ini tsiqah. Demikian ini merupakan salah satu bentuk tarjih (penguatan) dalam ilmu musthalah hadits.

Meskipun hadits Yazid bin Ruman mengenai 23 raka’at ini dianggap sah dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, tidak memiliki illat dan tidak bertentangan, namun hadits ini tidak bisa diutamakan dari (hadits tentang) bilangan raka’at yang biasa dilakukan Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam. Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam tidak pernah menambah pada bulan Ramadhan ataupun pada bulan lainnya.

Menanggapi perselisihan ini, maka wajib bagi kita untuk membaca firman Allah Azza wa Jalla surat An Nisa’ ayat 59, yang artinya: "Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu adalah lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya".

Allah mewajibkan kita agar kembali kepada Allah, yaitu kitabNya dan kepada RasulNya ketika Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam masih hidup, atau kepada sunnahnya kala Beliau sudah meninggal. Allah juga memberitahukan, jalan ini adalah jalan terbaik dan terbagus akibatnya.

Allah juga berfirman, yang artinya: "Maka demi Rabb-mu, (pada hakikatnya) mereka tidak beriman sampai mereka menjadikan kamu hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuh hati". [An Nisa’:65].

Allah menjadikan berhukum kepada Rasulullah pada perselisihan yang timbul diantara manusia sebagai salah satu tuntutan keimanan. Allah menyatakan “tidak beriman” dengan pernyataan yang diperkuat dengan sumpah terhadap orang yang tidak berhukum kepada Rasul, tidak puas dengan hukumnya dan tidak taat kepadanya.

Dalam sebuah khutbahnya, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

أَمَّا بَعْدُ فَإِنَّ خَيْرَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللَّهِ وَخَيْرُ الْهُدَى هُدَى مُحَمَّدٍ

Amma ba’du, sesungguhnya sebaik-baik ucapan adalah Kitab Allah, dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam.[5]

Ini masalah yang sudah pasti disepakati oleh seluruh kaum muslimin. Bahwa sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam. Petunjuk Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam lebih baik dibandingkan dengan petunjuk orang lain, siapapun juga. Bahkan jika ada kebaikan pada petunjuk seseorang, maka itu semua berasal dari petunjuk Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Dan para sahabat memberikan peringatan keras terhadap perbuatan mempertentangkan antara sabda Rasulullah dengan perkataan orang lain, antara petunjuknya Shallallahu 'alaihi wa sallam dengan petunjuk orang lain. Ibnu Abbas Radhiyallahu 'anhuma mengatakan:

يُوْشِكُ أَنْ تَنْزِلَ عَلَيْكُمْ حِجَارَةٌ مِنَ السَّمَاءِ أَقُوْلُ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ وَتَقُوْلُوْنَ قَالَ أَبُوْ بَكْرٍ وَعُمَرُ

"Hampir saja kalian dihujani batu dari langit, aku mengatakan “Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda” (sedangkan) kalian mengatakan "Abu Bakar dan Umar mengatakan".

Bahkan ketika Umar dihadapkan kepadanya dua orang yang saling berselisih, maka terhadap orang yang tidak ridha dengan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, Umar Radhiyallahu 'anhu mengatakan: “Apakah seperti ini?”, lalu ia membunuhnya. Riwayat ini disebutkan oleh Muhammad bin Abdul Wahhab dalam kitab Tauhid, dan dalam syarahnya Taisir Azizil Hamid, halaman 510. Muhammad bin Abdul Wahhab mengatakan: "Kisah ini masyhur dan beredar di kalangan ulama Salaf dan Khalaf dengan peredaran yang tidak membutuhkan sanad. Dia memiliki beberapa jalur periwayatan. Kelemahan sanadnya tidak mengakibatkannya cela".[6]

Jika dikatakan kepada seorang muslim: Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam mengimami jama’ah dengan 11 atau 13 raka’at, sedangkan yang lainnya mengimami orang dengan 23 atau 39 raka’at.

Maka tidak ada pilihan bagi seorang muslim, kecuali mengikuti Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dan mengamalkan petunjuknya. Karena perbuatan yang sesuai dengan Rasulullah adalah amal terbaik dan lurus. Dan tujuan Allah menciptakan manusia, langit dan bumi adalah agar manusia melakukan yang terbaik. Allah Azza wa Jalla berfirman dalam surat Al Mulk ayat 2, yang artinya: Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa diantara kamu yang lebih baik amalnya. Juga firmanNya dalam surat Hud ayat 7, yang artinya: Dan Dialah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa dan adalah 'ArsyNya di atas air, agar Dia menguji siapakah diantara kamu yang lebih baik amalnya. Allah tidak mengatakan "agar Dia menguji siapakah diantara kamu yang lebih banyak amalnya".

Sudah diketahui bersama, bahwa suatu amal, semakin diikhlaskan hanya kepada Allah semata dan semakin berittiba’ kepada Rasulullah, maka amal itu pasti semakin baik. Jadi 11 atau 13 raka’at lebih baik daripada ditambah, karena keselarasannya dengan hadits yang sah dari Rasulullah n , sehingga ia lebih utama dan lebih baik. Apalagi jika shalatnya dilakukan dengan perlahan, khusyu’ konsenterasi serta tuma’ninah, yang memungkinkan bagi makmum dan imam untuk berdo’a dan berdzikir.

Jika dikatakan: Sesungguhnya shalat 23 raka’at adalah sunnah yang dilakukan Amirul Mukminin Umar bin Khaththab Radhiyallahu 'anhu, dan merupakan salah satu dari Khulafa’ur Rasyidin, yang kita diperintahkan agar mengikutinya, sebagaimana Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Wajib atas kalian untuk berpegang teguh dengan sunnahku dan sunnah para khulafa’ur rasyidin yang mendapatkan petunjuk sepeninggalku".[7]

Jawabnya : Demi, Allah! Sungguh Umar Radhiyallahu 'anhu benar-benar termasuk Khulafa' ur Rasyidin, dan kita diperintahkan agar mengikuti sunnahnya. Bahkan dia termasuk salah satu dari dua orang agar kita meneladani keduanya. Rasulullah memerintahkan kepada kita dengan sabdanya:

إِنِّي لَا أَدْرِي مَا بَقَائِي فِيكُمْ فَاقْتَدُوا بِاللَّذَيْنِ مِنْ بَعْدِي أَبِي بَكْرٍ وَعُمَرَ

"Sungguh saya tidak tahu, masih berapa lama lagi saya akan bersama kalian. Maka sepeninggalku, ikutilah Abu Bakar dan Umar". [Diriwayatkan oleh Tirmidzi].

Umar Radhiyallahu 'anhu juga seorang yang diterangkan oleh Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dengan sabdanya:

إِنَّ اللَّهَ جَعَلَ الْحَقَّ عَلَى لِسَانِ عُمَرَ وَقَلْبِهِ

"Sesungguhnya Allah telah menjadikan al haq (kebenaran) pada lisan dan hati Umar". [Diriwayatkan Tirmidzi].

Umar Radhiyallahu 'anhu juga orang yang dikatakan oleh Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dengan sabdanya:

لَقَدْ كَانَ فِيمَا قَبْلَكُمْ مِنَ اْلأُمَمِ مُحَدَّثُونَ فَإِنْ يَكُ فِي أُمَّتِي أَحَدٌ فَإِنَّهُ عُمَرُ

"Sungguh telah ada pada umat sebelum kalian, (yaitu) suatu kaum yang mendapatkan ilham. Dan jika ada pada umatmu seorang yang mendapatkan ilham, maka sessugguhnya orang itu adalah Umar". [Muttafaqun ‘alaih].[10]

Yang menjadi permasalahan, manakah sunnah Umar Radhiyallahu 'anhu yang menunjukkan bilangan raka'at tarawih? Sesungguhnya penetapan sunnah Umar pada 23 raka'at merupakan sesuatu yang mustahil. Telah dijelaskan bahwa keabsahan sanadnya –terlebih lagi penentuan sunnahnya- memiliki illat (salah satu tanda lemahnya hadits) dan bertentangan dengan riwayat yang lebih kuat sanadnya, kandungannya dan lebih lurus amalannya. Yang sah dari Umar, beliau z memerintahkan kepada Ubay bin Ka'ab dan Tamim Ad Dariy agar mengimami manusia dengan 11 raka'at. [11]

Kemudian, anggapan sahnya riwayat penentuan bilangan 23 raka'at berasal dari Umar Radhiyallahu 'anhu, ini juga tidak bisa dijadikan hujjah (yang mengalahkan) perbuatan Rasulullah dan juga tidak bisa menjadi tandingan baginya. Berdasarkan Al Qur'an, As Sunnah dan perkatan-perkataan para sahabat serta Ijma' (kesepakatan ulama'), bahwa sunnah Rasulullah tidak akan bisa disamai oleh sunnah orang lain. Siapapun orangnya, tidak bisa menentangnya.

Imam Syafi'i rahimahullah berkata,”Seluruh kaum muslimin telah sepakat, bahwa orang yang sudah jelas bagi sunnah dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, maka haram baginya untuk meninggalkan sunnah tersebut disebabkan oleh perkataan seseorang.”

PENULIS RISALAH MENYATAKAN : SESUNGGUHNYA KAUM MUSLIMIN SENANTIASA (MELAKSANAKAN) 23 RAKA'AT SEJAK ZAMAN SHABAT SAMPAI MASA KITA INI, SEHINGGA MENJADI IJMA'.
Jawabnya:
Yang benar, tidaklah demikian. Perbedaan pendapat telah ada sejak masa sahabat sampai sekarang. Perbedaan ini disebutkan dalam Fath-hul Bari (4/253), Cet. As Salafiyah, yang ringkasnya, 11, 13, 19, 21, 23, 25, 27, 35, 37, 39 [ini (maksudnya 39) dilakukan di Madinah pada masa pemerintahan Aban bin Utsman dan Umar bin Abdul Aziz. Imam Malik mengatakan: “Perbuatan ini sudah dilakukan sejak seratusan tahun lebih”], 41, 47 dan 49. (Untuk lebih jelasnya mengenai pelaksanaan shalat tarawih dengan bilangan raka'at ini, silahkan lihat majalah As Sunnah, Edisi 07/VII/2003, Pent).

Jika telah jelas adanya perbedaan, maka yang menjadi hakim pemutus dalam masalah ini adalah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, sebagaimana firman Allah, yang artinya: "Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (Sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu adalah lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya". [An Nisa':59]

والحمد لله ري العالمين وصلى الله على نبينا محمد وعلىآله وصحبه أجمعين

LAMANYA PELAKSANAAN SHALAT TARAWIH
Sebagaimana kita lihat, banyak orang melaksanakan shalat tarawaih dengan mempercepat, bahkan terkesan tergesa-gesa. Untuk memperjelas permasalahan ini, berikut kami nukilkan pendapat Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin, berkaitan dengan tempo atau lamanya cara melaksanakan shalat tarawih.

Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin menerangkan:
Sangat jelas keterangan dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, bahwa Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam memperpanjang shalat malamnya. Begitu pula ketika Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam menjadi imam.

Sebagaimana disebutkan dalam hadits Ibnu Mas’ud Radhiyallahu 'anhu, ketika ia Radhiyallahu 'anhu shalat bersama Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, dan Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam memperpanjang shalatnya sampai Ibnu Mas’ud Radhiyallahu 'anhu berkeinginan untuk duduk dan meninggalkan Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam. [12] Lihat Al Fath-hul Bari (3/19) dan Shahih Muslim (1/537).

Sebagaimana juga pada hadits Hudzaifah [13]. Suatu ketika, ia z shalat bersama Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, dan Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam membaca surat Al Baqarah, Ali Imran dan An Nisa’. Jika Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam melewati ayat yang mengandung tasbih, Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam bertasbih. Jika melewati ayat do’a, Beliau berdo’a. Jika melewati ayat tentang perlindungan, Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam memohon perlindungan. Lihat Shahih Muslim (1/536-537).

Jelaslah, bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam shalat bersama para sahabat selama tiga malam pada bulan Ramadhan, dan tidak pada malam ke empat, sebagaimana dalam Shahih Bukhari [14]. Lihat Al Fath (4/253) dan Muslim (1/524).

Begitu pula, bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam shalat bersama para sahabatnya ketika Ramadhan tersisa 7 hari sampai 1/3 malam, pada malam kedua sampai ½ malam, dan pada malam ketiga sampai mereka (khawatir) tidak bisa sahur. Hadits ini diriwayatkan Imam Ahmad dan ulama penyusun kitab Sunan. Menurut para ulama penyusun kitab Sunan, perawinya adalah shahih, sebagaimana disebutkan di dalam Nailul Authar.

Perbuatan memanjangkan inilah yang dilakukan oleh para ulama salafush shalih dari kalangan para sahabat dan tabi’in, sebagaimana diterangkan dalam kitab Muwattha’, karya Imam Malik. Lihat Syarah Az Zarqani (1/238-240).

Beda antara hadits ini (yaitu tentang memanjangkan bacaan) dengan hadits Muadz Radhiyallahu 'anhu tentang larangan Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam kepada Mu’adz Radhiyallahu 'anhu dari memanjangkan bacaan (yang dimaksud dengan memanjangkan disini adalah melebihkan dari yang diterangkan dalam sunnah), yaitu hadits memanjangkan ini untuk shalat nafilah (hukumnya sunat) yang diperbolehkan bagi orang untuk tidak ikut berjama’ah dan meninggalkannya. Sedangkan hadits Mu’adz (tentang larangan memanjangkan bacaan) itu pada shalat fardhu yang tidak diperbolehkan bagi seseorang untuk meninggalkan jama’ah dan mufaraqah (keluar) dari jama’ah, kecuali dengan alas an syar’i. Jadi mereka wajib meniatkannya dan menyempurnakannya. [Lihat Majmu’ Fatawa, hlm. 257-258].

Kesimpulan, kedua hadits itu tidak bertentangan.

Demikianlah beberapa masalah yang berkaitan dengan shalat tarawih. Semoga bermanfaat bagi kita semua.

[Diangkat dari Majmu’ Fatawa Wa Rasail, 14/210-211]

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi, 07/Tahun VIII/1425/2004M. Penerbit Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo-Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-761016]
_______
Footnote
[1]. Muttafaq ‘alaih, dari hadits Abu Hurairah, diriwayatkan oleh Imam Bukhari dalam Al Iman, Bab: Tathawu’ Qiyami Ramadhan Min Al Iman, no. 37 dan Muslim dalam Shalat Al Musafirin, Bab: At Targhibu Fi Qiyami Ramadhan, no. 173 (759).
[2]. Muttafaq ‘alaih, diriwayatkan oleh Imam Bukhari dalam At Tahajjud, Bab: Tahridhu An Nabi ‘Ala Shalat Al Lail, no. 1.129 dan Muslim dalam Shalat Al Musafirin, Bab: At Targhibu Fi Qiyami Ramadhan, no. 177 (761).
[3]. HR Baihaqi dalam kitab Ash Shalat, Bab: 'Adadu Raka'ati Al Qiyam … 2/496. Lihat At Talkhish Al Habir, 2/45 (541) dan perhatikan hlm. 246.
[4]. Muttafaq ‘alaih, diriwayatkan oleh Imam Bukhari dalam At Tahajjud, Bab Tahridhu An Nabi ‘Ala Shalat Al Lail, no. 1.129 dan Muslim dalam Shalat Al Musafirin, Bab At Targhibu Fi Qiyami Ramadhan, no. 177 (761).
[5]. HR Muslim dalam kitab Al Jum’ah, Bab: Takhfifu Ash Shalati Wa Al Khutbati, no. 867.
[6]. Ibnu Hajar rahimahullah mengatakan dalam Al Fath (5/37),"Ini diriwayatkan oleh Al Kalbi dalam tafsirnya dari Ibnu Abbas … Meskipun sanadnya lemah, tetapi menjadi kuat dengan jalur Mujahid." Lihat jilid 10/741 dari Majmu’ Fatawa Wa Rasail.
[7]. Diriwayatkanoleh Abu Dawud dalam As Sunnah, Bab: Luzumus Sunnah, no. 4.607.
[8]. Diriwayatkan oleh Tirmidzi dalam Manakib Abu Bakar dan Manakib Umar Radhiyallahu 'anhuma, no. 3.662.
[9]. Diriwayatkan oleh Tirmidzi dalam Manakib Umar c , no. 3.672, dan ia mengatakan hadits ini hasan.
[10]. Diriwayatkan Imam bukhari dalam Fadhailu Ashabi Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, Bab: Manakib Umar, no. 3.679 dari hadits Abu Hurairah dan Imam Muslim dalam Fadhailush Shahabat, Bab: Fadhail Umar dari hadits Aisyah, no. 2.398.
[11]. Dalam kitab Ash Shalat, Bab: Ma Ja’a Fi Qiyami Ramadhan, 1/110 (280).
[12]. Diriwayatkan oleh Imam Bukhari dalam At Tahajjud, Bab: Thulu Al Qiyam Fi Shalat Al Lail, no. 1.135 dan diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam Shalat Musafirin, Bab: Istihbab Tathwili Al Qira’ah Fi Shalat Al Lail, 204 (773).
[13]. Diriwayatkan oleh Imam Muslim.
[14]. Muttafaqun ‘alaihi, dari hadits Aisyah, diriwayatkan oleh Imam Bukhari dalam At Tahajjud, Bab: Tahridhu An Nabi ‘Ala Shalat Al Lail, no. 1.129 dan Muslim dalam Shalat Al Musafirin, Bab At Targhibu Fi Qiyami Ramadhan, no. 177 (761).

Anugerah Indah Itu Kamu

ku ingin menangis seadanya,

menahan duka atas selaksa doa yang tertunda

Aku ingin menangis seadanya,

mengurai tiap tanya akan kekuatan cintanya

Aku ingin menangis seadanya,

menghitung suratan takdir yang melanda

Tapi sungguh... aku hanya ingin menangis seadanya,

tak melebihi pedih yang ku rangkul dengan rela,

tak melebihi angkuh dunia yang ada dalam diri manusia..

Aku tak menghendaki perlawanan,

karena aku hanya segenggam pasir tanpa pijakan,

dan karena aku tahu bahwa aku tak sekuat gelombang..

Aku tak menghendaki kesombongan,

karena aku tak memiliki bentuk indah kebanggaan,

dan karena aku tak mengerti mengapa kita dipertemukan..

Tapi sungguh... aku hanya perlukan kepercayaan,

tuk temukan ruang untukku berharap yang dijanjikan,

tuk tanamkan kesungguhan untukku usahakan..

Dan sungguh...

Perasaanku saat ini hanya ada ketulusan

Setulus karang yang selalu menanti ombak dg belaian

Setulus bumi yang selalu mengharap mentari dg kehangatan

Setulus aku yang berada pada garis kekurangan..

Kuatkan aku saat kelemahan itu datang....!!

Bangkitkan aku saat semangatku tumbang...!!

Bangunkan aku saat aku terlelap dalam ketakutan...!!

Karena anugerah indah itu butuh ketulusan

Karena anugerah indah itu bukan keangkuhan

Dan karena anugerah indah itu adalah kamu...


Honn Ummu Hany Falahuddin

memetik hikmah dari daun yang beserahkan 2

Memetik hikmah dari daun yang berserahkan setiap masalah bukan untuk kita hidari tetapi harus kita hadapi dengan lapang karena di sana ada yang senantisa mencintaimu , memperhatikanmu , melindungimu , Daialah Allah . Tidak pernah membuatmu bersedih kecuali untukkemudian membahagikanmu , tidak pernah mengambil  apapun kecuali untuk memberimu yang lebih baik. Inna ma'a al'usri yusron .. Bersama kesuluitan selalu ada kemudahan .Indahnya kesabaran karena selalu mendatangkan kemudahan .

Setiap anak manusia memiliki masalah dan musbiah namun di saat musibah dari Allah menghampiri hidup kita tentu nya Allah banyak meninggalkan keluar biasaan , yang mungkin sulit dicapai dengan amal. Demikian apabila menjadi orang yang bersabar atas Pemberianya serta menjadikan Musibah sebagai ladang ibadah untuk kita .

Maka perbaikilah ibadah-ibadah kita kepada Allah , mungkin saja Allah menegur kita dari segala musibah agar hamba nya bisa  menjadi insan yang bertaqwa karena pada hakikat kehidupan sesungguhnya Allah mencintai orang yang bertaqwa kepada di saat sedih dan senang .. maka tingatkanlah hak-hak Allah , selagi denyut nadi ini berdetak maka memintalah kepada Allah sesungguhnya Allah sangat senang dengan hamba nya yang memohon serta meminta , dirikanlah shalat di sepertiga malam karena sesungguhnya turun ke bumi melihat hamba - hamba nya yag munajat kepada nya , menangisi dosa, sehinggabuliran air mata yang tumpah ke dataran bumi adalah air mata yang berkah di mata Allah , Subhanollah

ini nasihat seorang ibu kepada anak nya yang sedang mengalami kesusahan dalam kehidupan nya ,sehingga apa yang telah di katakan oleh ibu nya dengan sepercik nasihat anak tersebut menjadi sadar akan kehidupan nya , ketika masalah ini belum terselesaikan tak lama kemudian anak dari ibu ini yang no 2 meminta kepada kakak nya untuk bayaran uang spp serta ujian . Namum kakak nya hanya berkata dengan baik kepada adiknya agar bisa bersabar dan menunggu dalam beberapa waktu ini , bahwa kakak akan berusaha untuk mencari uang untuk bayaran uang spp dan ujian , namun adiknya seneng medengar kabar tersebut karena sesungguhnya adiknya tidak mengetahui apa yang telah terjadi sama kakak nya saat ini , namaun kakak nya pun tidak ingin memberitahukan masalah ini kepada adiknya karena di takutkan adiknya menjadi beban dalam masalah belajar nya .

Sehingga waktutelah beramjak malam helmi pun masih masih memikirkan masalah yang sedang yang sedang di hadapi nya sehingga ia hanya bisa menanggis dalam keheningan malam yang gelap . Namun setelah isak tanggis itu sudah mulai menyadarkan helmi sehingga ia teringat tentang nasihat ibu di saat nasihat itu terucap : mungkin saja ini teguran untuk kita karena saat ini kita sering melalaikan hak-hak Allah ( Nasihat ibu )

Setelah teringat nasihat ibu nya helmi pun lagsung bergegas mangambil wudhu untk melakukan ibada di waktu 1/3 malam setelah ia selesai qiyamulail ia langsung munajat kepada Rabb nya meminta pertolongan agar selalu di beri kemudahan di saat hidupnya mengalami musibah , sehingga ia pun berdoa dengan sungguh sangat khusyu di saat meminta kepada Allah



Doa yang do panjankan oleh helmi . Rabbana atina miildunka Rahmah, wahayyi' lana min amrina rasyada.

Ya Tuhan kami , anugrailah kami rahmat dari hidaratmu dan berikanlah  kepada kami petunjuk dalam urusan kami ( Qs - Al - Khafi <18> : 10 )



wassalam ..



Andi Muhammad