Tidak ada seorang pun yang bisa menggantikan kedudukan wanita di dalamnya. Bila ada kelebihan waktu dan tenaga, maka masyarakat punya hak atas wanita, dan wanita punya kewajiban untuk berpartisipasi bersama laki-laki. Ini adalah kewajiban yang terbatas ruangnya sesuai perbedaan kondisi wanita, kondisi masyarakat, dan fase-fase perkembangan masyarakat.
Hubungan antara laki-laki dan perempuan adalah hubungan komplementasi, bukan hubungan perseteruan. Hak-hak wanita telah ditetapkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala, bukan sesuatu yang dirampas dari laki-laki. Pilar keluarga muslim adalah cinta, kasih sayang, dan saling menghormati. Ketika sebuah keluarga kehilangan cinta, kasih sayang, dan sikap saling menghormati, serta sulit terjalin hubungan dengan cara yang baik di dalamnya, maka cerai dari pihak laki-laki atau khulu’ dari pihak perempuan menjadi rahmat karena ia bisa menghindarikan pengaruh-pengaruh negatif dari suami istri.
Partisipasi perempuan dengan laki-laki di berbagai lapangan kehidupan merupakan perkara wajib untuk menjalankan tugas masing-masing dalam kehidupan. Islam tidak melarang keterlibatan ini, namun Islam mewarnainya dengan etika-etika syar’i, sebagaimana Islam mewarnai seluruh bidang kegiatan sosial dengan etika-etika syar’i. Dari sini, masalah-masalah busana, hijab, dan etika partisipasi sosial merupakan perkara-perkara yang menjaga dan melindungi aktivitas kaum perempuan, bukan menghalanginya.
Perempuan adalah separo masyarakat, dan ia menjadi pilar tegaknya generasi, baik laki-laki atau perempuan. Karena itu, surga berada di bawah telapak perempuan. Perempuan adalah makhluk yang suci dan mulia. Allah Subhanahu wa Ta‘ala memuliakan perempuan, sebagaimana Dia memuliakan laki-laki.
“Sungguh Kami telah memuliakan anak-anak Adam..” (Al-Isra’ : 70)
Perempuan adalah makhluk yang berakal, bijak, dan turut diajak bicara oleh Allah di dalam al-Qur’an dan Sunnah, sama seperti pembicaraan kepada laki-laki. Ia juga dibebani kewajiban dan tanggungjawab secara penuh. Jadi, tanggungjawab pidana dan perdata wanita itu sama seperti laki-laki, dan tanggungan hartanya juga penuh. Seluruh tindakan finansialnya sah dan berlaku, tanpa membutuhkan persetujuan suami, atau ayah, atau saudara, atau yang lain.
Ruang lingkup kepemimpinan laki-laki atas istrinya terbatas pada masalah-masalah rumah tangga saja, dan ini adalah kepemimpinan atas dasar cinta, kasih sayang, dan musyawarah, sebagai kompensasi dari tanggungjawab yang dipikul laki-laki.
Berangkat dari kedudukan yang mulia ini, kami berpandangan: Hak-hak pribadi Hak-hak personal adalah hak memilih suami tanpa ada tekanan, paksaan, atau wasiat; hak mahar, pengasuhan, dan susuan; hak tempat tinggal dan nafkah di masa ‘iddah; serta hak kepemilikan dan warisan sebagaimana yang ditetapkan oleh syari‘at.
Hak-hak umum Hak-hak umum adalah hak memerintahkan kebajikan, mencegah yang mungkar, hak mengajar yang merupakan kewajiban setiap mukmin dan mukminah—yaitu mengembangkan kepribadian, meningkatkan keberanian dalam menghadapi kehidupan, berinteraksi dengan suami dan anak-anak, serta mampu bekerja untuk meningkatkan penghasilan keluarga saat dibutuhkan; hak bekerja karena pekerjaan bagi wanita adalah hak, bukan kewajiban, kecuali ketika wanita harus melakukan suatu pekerjaan tertentu, sehingga pekerjaan itu menjadi fardhu ‘ain atau kifayah baginya.
Di antara hak wanita adalah terlibat dalam pemilihan umum dewan perwakilan rakyat dan sejenisnya. Juga menjabat sebagai anggota majelis ini dalam ruang lingkup yang bisa menjaga kesuciannya, netralitasnya, dan kehormatannya tanpa ada yang harus dikorbankan.
Termasuk hak wanita adalah memangku jabatan-jabatan publik selain imamah kubra dan yang sama hukumnya; memberantas buta aksara yang banyak dialami kaum wanita, terutama di pedesaan; menjamin agar kurikulum pendidikan sesuai dengan watak wanita, peran dan kebutuhannya; menjaganya di setiap tempat, baik di angkutan umum atau di tempat-tempat kerja; mendirikan dan mendukung organisasi-organisasi wanita yang bekerja untuk memperbaiki kondisi sosial, ekonomi, dan politik wanita, serta membela hak-hak wanita di dalamnya; membentuk kelompok kerja wanita dengan didasari pengalaman dan pengetahuan tentang masalah-masalah wanita di dunia untuk merepresentasikan sudut pandangan Islam di berbagai konggres wanita dan kependudukan yang diorganisir oleh PBB.
Cairo - 2-Agustus - 2009
Tidak ada komentar:
Posting Komentar