A. APA ITU GHIBAH?
Pada zaman yang dikatakan orang sebagai zaman modern ini, kebiasaan berkumpul satu sama lain tanpa tujuan yang jelas menjadi makanan sehari-hari yang rasanya wajib untuk dikerjakan dikalangan masyarakat kita. Kebiasaan tersebut dirasa hambar jika tidak dibumbui dengan obrolan hangat tentang pihak ketiga yang biasa familiar dengan istilah gossip atau ngrasani.
Ditambah lagi banyaknya stasiun televisi Indonesia dengan berbagai acara gosipnya yang menjadi sumber rujukan utama dan men-support manhaj masyarakat untuk lebih kreatif dalam menggosip.
Ini baru televisi, media-media lain juga tidak kalah gencar ‘memasyarakatkan’ ghibah. Koran, radio, bahkan internet. Semuanya berlomba-lomba untuk menyajikan berita terbaru mengenai gossip yang sedang hangat…bahkan terkadang mengangkat kembali berita-berita ‘basi’, sekedar mendapat rating yang tinggi.
Tahukah wahai saudaraku kebiasaan yang disebut di atas merupakan salah satu bentuk ghibah. Imam Muslim meriwayatkan sebuah hadist dalam kitab Shahihnya dari shahabat Abu Hurairah radhiyallu’anhu ?,
وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه أَنَّ رَسُولَ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ: ( أَتَدْرُونَ مَا اَلْغِيبَةُ?
قَالُوا: اَللَّهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ.
قَالَ: ذِكْرُكَ أَخَاكَ بِمَا يَكْرَهُ.
قِيلَ: أَرَأَيْتَ إِنْ كَانَ فِي أَخِي مَا أَقُولُ?
قَالَ: إِنْ كَانَ فِيهِ مَا تَقُولُ فَقَدْ اِغْتَبْتَهُ, وَإِنْ لَمْ يَكُنْ فَقَدْ بَهَتَّهُ ) أَخْرَجَهُ مُسْلِمٌ
“Dari Abu Hurairah Radhiyallahu‘anhu sesungguhnya Rasulullah shalallahu’alaihi wa Sallam ? bersabda: “Tahukah kalian apa ghibah itu? Para shahabat berkata: “Allah dan Rasul-Nya yang lebih tahu.” Kemudian beliau ? bersabda: “Engkau menyebutkan sesuatu yang ada pada saudaramu yang dia membecinya. Ditanyakan (salah seorang dari para sahabat bertanya –pen),”Bagaimana halnya jika apa yang aku katakan itu terdapat pada saudaraku?” Beliau shalallahu’alaihiwasalam menjawab : “Jika yang engkau sebutkan tadi benar-benar ada pada saudaramu sungguh engkau telah berbuat ghibah, sedangkan jika itu tidak benar maka engkau telah membuat kedustaan atasnya.” (HR. Muslim ( 2577 ) dalam Al-Birr wa ash-Shilah wa al-Adaab. Lihat Bulughul Mahram cet. pustaka as-Sunnah 2007 .Hal 734)
Allah berfirman di dalam Al Qur’an surat Al-Hujurat ayat 12
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ وَلا تَجَسَّسُوا وَلا يَغْتَبْ بَعْضُكُمْ بَعْضًا أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَنْ يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ تَوَّابٌ رَحِيمٌ
“ Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan prasangka, karena sebagian dari prasangka itu dosa. dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang”
Al Imam Ibnu Katsir rahimahullah berkata dalam tafsirnya: “Sungguh telah disebutkan (dalam beberapa hadits) tentang ghibah dalam konteks celaan yang menghinakan. Oleh karena itu Allah ? menyerupakan orang yang berbuat ghibah seperti orang yang memakan bangkai saudaranya. Sebagaimana firman Allah ? … (pada ayat di atas). Tentunya itu perkara yang kalian benci dalam tabi’at, demikian pula hal itu dibenci dalam syari’at. Sesungguhnya ancamannya lebih dahsyat dari permisalan itu, karena ayat ini sebagai peringatan agar menjauh/lari.
Berdasarkan hadist dan firman Allah di atas dapat diambil suatu kesimpulan tentang definisi ghibah yaitu menyebutkan sesuatu yang terdapat pada diri seorang muslim, sedang ia tidak suka jika hal tersebut disebutkan. Baik mengenai jasmaninya, agamanya, kekayaannya, hatinya, akhlaknya, bentuk lahiriyahnya dan sebagainya. Caranya pun bermacam-macam diantaranya dengan membeberkan aib, meniru tingkah laku atau gerak tertentu dari orang yang digunjingkan dengan maksud mengolok-ngolok.
Dalam Minhajul Qasidin Ibnu Qudamah Al-Maqdisy rahimahullah menyebutkan bahwa makna ghibah adalah menyebut – menyebut saudaramu yang tidak ada disisimu dengan perkataan yang tidak disukainya, baik yang berhubungan dengan kekurangan badannya, seperti pernglihatannya yang kabur, buta sebelah matanya, kepalanya yang botak, badannya yang tinggi, badannya yang pendek dan yang lainnya.
Atau, yang menyangkut nasabnya, seperti perkataanmu: “Ayahnya berasal dari rakyat jelata, ayahnya orang India, orang fasik, dan lainnya.”
Atau, yang menyangkut akhlaqnya, seperti perkataanmu: “Dia akhlaknya buruk dan orangnya sombong.”
Atau yang menyangkut pakaiannya, seperti perkataanmu: “Pakaiannya longgar, lengan bajunya terlalu lebar”, dan lain-lainnya.(Minhajul Qasidin, Cet. Pustaka as-Sunnah, 2008,Hal 308)
Beliau juga menambahkan “Ketahuilah bahwa setiap sesuatu yang dimaksudkan sebagai celaan, maka itu dikateorikan ghibah, baik dalam bentuk perkataan atau pun yang lainnya, seperti kedipan mata, isyarat atau pun tulisan. Sesungguhnya tulisan merupakan salah satu dari dua lisan” (Minhajul Qasidin, Cet. Pustaka as-Sunnah, 2008,Hal 309)
B. BAHAYA GHIBAH
Banyak orang meremehkan masalah ghibah ini, padahal dalam pandangan Allah perbuatan ini termasuk perbuatan keji dan kotor. Hal ini dijelaskan dalam sabda Rasulullah shalallahu’alaihiwasalam dari shahabat Sa’id bin Zaid radiyallu’anhu.
“Sesungguhnya termasuk riba yang paling besar (dalam riwayat lain: termasuk dari sebesar besarnya dosa besar) adalah memperpanjang dalam membeberkan aib saudaranya muslim tanpa alasan yang benar.” (HR. Abu Dawud no. 4866-4967)
Bahkan Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam sangat memperhatikan masalah ghibah ini. Suatu hari Aisyah ? pernah berkata kepada Rasulullah ? tentang Shafiyyah bahwa dia adalah wanita yang pendek. Maka beliau ? bersabda:
لَقَدْ قُلْتِ كَلِمَةً لَو مُزِجَتْ بِمَاءِ البَحْرِ لَمَزَجَتْهُ
“Sungguh engkau telah berkata dengan suatu kalimat yang kalau seandainya dicampur dengan air laut niscaya akan merubah air laut itu.” (H.R. Abu Dawud 4875 dan lainnya)
Syaikh Salim bin Ied Al Hilali rahimahullah berkata: “Dapat merubah rasa dan aroma air laut, disebabkan betapa busuk dan kotornya perbutan ghibah. Hal ini menunjukkan suatu peringatan keras dari perbuatan tersebut.” (Lihat Bahjatun Nazhirin Syarah Riyadhush Shalihin 3/25)
Aisyah radhiyallu’anha berkata, “aku pernah menceritakan seseorang kepada beliau, lalu beliau bersabda : “Aku tidak suka menceritakan seseorang walaupun aku diberi harta”.
المُسْلِمُ مَنْ سَلِمَ الْمُسْلِمُوْنَ مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِهِ
“Seorang muslim sejati adalah bila kaum muslimin merasa selamat dari gangguan lisan dan tangannya.” (HR Tirmidzi: IX/310, Shifatul Qiyamat. Ia berkata, :Hadist ini hasan shahih.” Abu Dawud (4854), Al-Adab, dan hadist ini dinyatakan shahih oleh Albani)
Dari ancaman yang terkandung dalam ayat dan hadits-hadits di atas menunjukkan bahwa perbuatan ghibah ini termasuk perbuatan dosa besar, yang seharusnya setiap muslim untuk selalu berusaha menghindar dan menjauh dari perbuatan tersebut.
C. APA PENYEBAB GHIBAH? BAGAIMANA TERAPINYA?
Lalu apa sering memotivasi manusia untuk berbuat ghibah serta bagaimana trik-trik atau kiat-kiat untuk menanggulangi sebelum kita terjerat kedalamnya.
Berikut ini adalah hal yang biasanya menjerumuskan manusia ke dalam jurang ghibah serta solusi menghindar darinya.
1. Sebagai pelampiasan kepada seseorang yang memicu kemarahannya. Salah satu cara penganggulangannya yaitu dengan mengingat firman Allah :
وَسَارِعُوا إِلَى مَغْفِرَةٍ مِنْ رَبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمَاوَاتُ وَالأَرْضُ أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ
الَّذِينَ يُنْفِقُونَ فِي السَّرَّاءِ وَالضَّرَّاءِ وَالْكَاظِمِينَ الْغَيْظَ وَالْعَافِينَ عَنِ النَّاسِ وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ
“ (133) dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa,
(134). (yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan mema'afkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.” (Q.S : Ali Imran 133-134)
2. Sebagai pembelaan atau membantu teman untuk ghibah, karena ingin mempertahankan keharmonisan dan khawatir jika mengingkarinya akan merasa berat pada teman tersebut.
Cara penaganannya yaitu dengan mengingat sabda Rasulullah yang artinya “Barang siapa meminta keridhaan orang dengan sesuatu yang dimurkai Allah, maka Allah akan menyerahkan urusannya kepada manusia.” (Bagian dari hadist yang diriwayatkan Imam Tirmidzi dan yang lainnya, lihat kitab Takhtij Attahawiyah (278))
3. Keinginan untuk mengangkat pamornya, dengan merendahkan orang lain, lalu dia mengatakan, “Si Fulan itu bodoh,”
Dan diantara cara terapinya yaitu apa yang dimiliki Allah adalah lebih baik dan kekal. Dan bahwasanya seorang hamba bisa jadi lebih mulia dihadapan Allah dari padanya. Sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam surat Al-Baqarah ayat ke 216.
كُتِبَ عَلَيْكُمُ الْقِتَالُ وَهُوَ كُرْهٌ لَكُمْ وَعَسَى أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَهُوَ خَيْرٌ لَكُمْ وَعَسَى أَنْ تُحِبُّوا شَيْئًا وَهُوَ شَرٌّ لَكُمْ وَاللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنْتُمْ لا تَعْلَمُونَ
"diwajibkan atas kamu berperang, Padahal berperang itu adalah sesuatu yang kamu benci. boleh Jadi kamu membenci sesuatu, Padahal ia Amat baik bagimu, dan boleh Jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, Padahal ia Amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui”
4. Main – main, yaitu ia membicarakan orang lain dengan sesuatu yang mengundang tawa. Misal dengan cara menirukan tingkah atau logatnya yang lucu.
Cara terapinya yaitu kita ingat dan bayangkan bagaimana jika saudara kita, keluarga kita atau bahkan kita sendiri yang diejek, apakah kita rela? Dan hendaknya mengingat sabda nabi yang sangat berharga yaitu :
وَعَنْ بَهْزِ بْنِ حَكِيمٍ, عَنْ أَبِيهِ, عَنْ جَدِّهِ: قَالَ: قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم( وَيْلٌ لِلَّذِي يُحَدِّثُ, فَيَكْذِبُ ; لِيَضْحَكَ بِهِ اَلْقَوْمُ, وَيْلٌ لَهُ, ثُمَّ وَيْلٌ لَهُ ) أَخْرَجَهُ اَلثَّلَاثَةُ, وَإِسْنَادُهُ قَوِيٌّ
Artinya: Dan dari Bahz bin Hakim, dari ayahnya, dari kakeknya radhiyallahu’anhu berkata: Rasulullah Shalallahu ‘alahi wa Sallam bersabda: “Celakalah orang yang berbicara dengan sesuatu yang dusta agar kaumnya menertawakan ucapannya. Celakalah dia, lalu celakalah dia.” Dikeluarkan oleh Imam Tiga, dan Sanadnya kuat. (HR. Abu Daud ( 4990) dalam al-Adaab, bab Fii at-Tasydid Fii al-Kadzib)
5. Iri, yaitu dengan menggunjing orang agar orang tersebut tidak disukai dan tidak mendapat simpati. Maka hendaknya orang yang merasa iri tersebut merenungi sabda Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa Sallam :
لا يَجْتَمِعَا نِ فِي قَلبِ عَبْدٍِ : الإ يْمَا نَ والْحَسَدُ
Artinya: “Dua hal yang tidak akan berkumpul dalam hati seseorang adalah iman dan dengki" (Bagian dari hadist yang diriwayatkan Iman Nasa’i dan yang lainnya, hadist ini diambil dari Shahih Sunan An-nasa’i no. 2912)6. Menisbatkan seseorang pada sesuatu lalu dia ingin terlepas dari sesuatu tersebut, sehingga dia menyebut orang yang telah melakukannya agar dia selamat. Atau dia menyebut orang lain bahwa orang itu juga terlibat melakukannya, agar dengannya dia bisa meringankan uzur darinya.
Bersambung...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar