Sulaiman at-Taimi berkata; “Aku bukan orang yang santun, tapi orang
yang BERUSAHA untuk santun.” [Siyaru A'laamin Nubalaa' (IV/ 92). Pustaka
At-Tibyan]
“Sudah Santun Akhlak Anda?”
Kutahan diri yang hina ini dari mencela orang lain, sebab aku tidak tahu amalanku yang mana yang naik ke langit (yang diterima Allah)….
ucapan seorang teman KHY , …ANTUM TDK FAHM DG KOMENT ANA.KARNA ANTUM NGERASA TERTAMPAR !!!
aku hanya bisa berkata : Subhanollah bhs mu indah sekali , tenang hati ini saat membaca kata2 mu !
Duhai orang yang mencelaku, apabila benar celaan itu terdapat pada diriku, semoga Allah Ta’ala mengampuniku. Apabila celaan itu tidak terdapat pada diriku sebagaimana sangkaanmu, semoga Allah Ta’ala mengampunimu. Maafkan aku karena tidak mampu mencelamu mengingat sudah terlalu banyaknya dosa-dosaku….
saya bertanya kepada Syaikh : “Ya Syaikh, sebagian orang ada yang menyatakan bahwa aku adalah kadzab (pendusta). Apakah aku berhak MEMBELA DIRI dan MEMBANTAH tuduhan tersebut?”
Syaikh menjawab:
“Wahai jangan kau bantah dia, bagaimana pun dia adalah saudaramu seakidah. Bahkan jika ada orang yang bertanya kepadamu tentang dia, maka TUNJUKKAN bahwa engkau tidak suka untuk membantahnya dan tidak suka membicarakan tentangnya.”
Syaikh juga berkata:
“Sekali-kali jangan kau bantah dia, selamanya jangan kau bantah dia!! Apakah engkau ingin, engkau yang membela dirimu sendiri? Ataukah engkau ingin Allah yang membelamu??!!”
Lalu Syaikh menunjukkan dua buah hadits yang terdapat dalam kitab Al-Adab al-Mufrad karya Al-Imam al-Bukhari yang menjelaskan agar seseorang SEJAUH MUNGKIN menjauhkan dirinya dari perdebatan dengan saudaranya.
Hadits yang pertama:
Dari ‘Iyaadl bin Himaar bahwasanya ia bertanya kepada Nabi seraya berkata, “Wahai Rasulullah, bagaimana pendapatmu jika ada seseorang MENCELAKU padahal nasabnya lebih rendah daripada nasabku? Maka Nabi berkata:
“Dua orang yang SALING MENCELA adalah DUA SYAITAN yang saling mengucapkan perkataan yang bathil dan buruk dan saling berdusta.”
[HR. Ahmad (29/37, no. 17489) dan al-Bukhari dalam al-Adab al-Mufrad (no. 427) dan dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani]
Syaikh berkata:
Hadits ini menunjukkan bahwa dua orang yang bertikai dan saling mencaci maka disifati oleh Nabi dengan dua syaitan. Bahkan Nabi berkata bahwa keduanya pendusta dan saling mengucapkan perkataan yang buruk, rendah dan bathil.
Orang yang membantah saudaranya pasti -mau tidak mau- akan terjerumus dalam kedustaan AGAR BISA MEMBUAT ORANG BENCI terhadap musuhnya.
Atau paling tidak, dia tidak akan menjelaskan kejadian yang terjadi anatara dia dan musuhnya sebagaimana mestinya, akan tetapi dia menyajikan kejadian itu SEAKAN-AKAN DIALAH YANG BERADA DI PIHAK YANG BENAR, dan dengan cara penyajian yang menjadikan para pendengar AKAN BENCI terhadap musuhnya.
Selain itu, dia akan TERJERUMUS dalam perkataan-perkataan yang rendah dan kotor serta bathil!”
Kebenaran yang pada asalnya susah untuk diterima oleh jiwa, ketika disampaikan dengan cara yang BURUK dan KASAR, hanya akan membuat orang SEMAKIN LARI dari kebenaran…..
Realita, masih ada yang serampangan dalam menyeru ke jalan Allah, kadang mereka tidak sabaran menghadapi masyarakat yang belum mengenal sunnah, mereka inginnya instan agar masyarakat bisa segera menerima seruannya.
Padahal tidaklah sama antar satu orang dengan orang lainnya dalam hal penerimaan da’wah. Ada yang bisa dengan segera menerima kebenaran, tapi ada juga yang lama butuh proses.
Namun terkadang ada yang menyamakan dirinya dengan orang lain dalam hal menerima kebenaran, sehingga yang terjadi adalah PUKUL RATA dan KEKAKUAN saja. Larilah menjauh orang dari seruannya. AllahU Musta’an..
Terhadap orang yang seperti itu, hendaklah aku tetap mendo’akan semoga Allah Ta’ala membukakan tirai yang masih menutupi hatinya, sehingga tidak ujub dengan ilmunya. Sesungguhnya, kita tetap mencintainya karena Allah.
Para pelajar (thalabatul-’ilmi), terutama para dai, hendaklah dapat membedakan antara al-Mudarah dan al-Mudahanah.
Al-Mudarah ialah sesuatu hal yang dianjurkan. Ia berhubungan dengan sikap lemah lembut dalam pergaulan, sebagaimana disebutkan dalam kitab Lisanul-‘Arab :
“Bersikap al-mudarah terhadap orang lain, yaitu dengan bersikap ramah-tamah kepada mereka, bermu’amalah dengan cara yang baik, dan bersabar menghadapi gangguan mereka, sehingga mereka tidak menjauh darimu.”
Sedangkan al-mudahanah (menjilat) adalah sikap yang tercela. Ia berhubungan dengan masalah agama. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
“Maka mereka menginginkan supaya kamu bersikap lunak lalu mereka bersikap lunak (pula kepadamu).” (al-Qalam: 9).
Al-Hasan al-Bashri menafsirkan makna ayat ini dengan berkata:
“Mereka menginginkan agar engkau berpura-pura dalam agamamu di hadapan mereka, sehingga mereka juga akan berpura-pura pula dalam agama mereka di hadapanmu.” (Tafsir al-Baghawi, 4/377).
Dengan demikian, orang yang bersikap mudarah akan berlemah-lembut dalam pergaulan, tanpa meninggalkan sedikit pun dari prinsip agamanya.
Sedangkan orang yang bersikap mudahin, ia akan berusaha menarik simpati orang lain dengan cara meninggalkan sebagian prinsip agamanya.
Sungguh, dahulu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam merupakan figur yang paling baik akhlaknya, dan paling lemah lembut terhadap umatnya. Ini merupakan perangai lemah-lembut dan ramah tamah dari beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Di sisi …lain, beliau adalah orang paling kuat dalam (mengemban) agama Allah, sehingga beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak akan meninggalkan prinsip agama, meski hanya satu, walau di hadapan siapapun. Inilah perwujudan keteguhan hati beliau dalam mengemban (prinsip-prinsip) agama yang sangat bertentangan dengan sikap mudahanah (menjilat).
Hendaklah para pelajar MEMPERHATIKAN PERBEDAAN antara kedua perangai ini, karena sebagian orang beranggapan bahwa bersikap ramah-tamah kepada orang lain dan berlemah lembut sebagai tanda kelemahan dan luluh dalam (mengemban perintah) agama.
Pada saat lainnya ada yang beranggapan bahwa sikap membiarkan orang lain dalam kebatilan dan berdiam diri tatkala melihat kesalahan merupakan bagian dari sikap (ar-rifqu).
Sudah barang tentu kedua kelompok (anggapan) ini SALAH dan TERSESAT dari kebenaran. Hal ini, hendaklah benar-benar diperhatikan dengan baik, karena salah paham dalam permasalahan ini sangat berbahaya. Dan tidak selamat darinya kecuali orang yang diberi taufiq (bimbingan) dan petunjuk dari Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Diriwayatkan bahwa ada penyeru yang berseru pada Hari Kiamat:
“Hendaklah berdiri siapa pun YANG PAHALANYA MENJADI TANGGUNGAN ALLAH!” Maka tidak ada yang berdiri kecuali orang yang memaafkan orang yang telah menzhaliminya.”
(Mukhtashar Minhajul Qashidin, Ibnu Qudamah)
Semoga aku selalu dalam perlindugan Allah serta orang yang mencelaku dapat ampunandari Allah . Amin
“Sudah Santun Akhlak Anda?”
Kutahan diri yang hina ini dari mencela orang lain, sebab aku tidak tahu amalanku yang mana yang naik ke langit (yang diterima Allah)….
ucapan seorang teman KHY , …ANTUM TDK FAHM DG KOMENT ANA.KARNA ANTUM NGERASA TERTAMPAR !!!
aku hanya bisa berkata : Subhanollah bhs mu indah sekali , tenang hati ini saat membaca kata2 mu !
Duhai orang yang mencelaku, apabila benar celaan itu terdapat pada diriku, semoga Allah Ta’ala mengampuniku. Apabila celaan itu tidak terdapat pada diriku sebagaimana sangkaanmu, semoga Allah Ta’ala mengampunimu. Maafkan aku karena tidak mampu mencelamu mengingat sudah terlalu banyaknya dosa-dosaku….
saya bertanya kepada Syaikh : “Ya Syaikh, sebagian orang ada yang menyatakan bahwa aku adalah kadzab (pendusta). Apakah aku berhak MEMBELA DIRI dan MEMBANTAH tuduhan tersebut?”
Syaikh menjawab:
“Wahai jangan kau bantah dia, bagaimana pun dia adalah saudaramu seakidah. Bahkan jika ada orang yang bertanya kepadamu tentang dia, maka TUNJUKKAN bahwa engkau tidak suka untuk membantahnya dan tidak suka membicarakan tentangnya.”
Syaikh juga berkata:
“Sekali-kali jangan kau bantah dia, selamanya jangan kau bantah dia!! Apakah engkau ingin, engkau yang membela dirimu sendiri? Ataukah engkau ingin Allah yang membelamu??!!”
Lalu Syaikh menunjukkan dua buah hadits yang terdapat dalam kitab Al-Adab al-Mufrad karya Al-Imam al-Bukhari yang menjelaskan agar seseorang SEJAUH MUNGKIN menjauhkan dirinya dari perdebatan dengan saudaranya.
Hadits yang pertama:
Dari ‘Iyaadl bin Himaar bahwasanya ia bertanya kepada Nabi seraya berkata, “Wahai Rasulullah, bagaimana pendapatmu jika ada seseorang MENCELAKU padahal nasabnya lebih rendah daripada nasabku? Maka Nabi berkata:
“Dua orang yang SALING MENCELA adalah DUA SYAITAN yang saling mengucapkan perkataan yang bathil dan buruk dan saling berdusta.”
[HR. Ahmad (29/37, no. 17489) dan al-Bukhari dalam al-Adab al-Mufrad (no. 427) dan dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani]
Syaikh berkata:
Hadits ini menunjukkan bahwa dua orang yang bertikai dan saling mencaci maka disifati oleh Nabi dengan dua syaitan. Bahkan Nabi berkata bahwa keduanya pendusta dan saling mengucapkan perkataan yang buruk, rendah dan bathil.
Orang yang membantah saudaranya pasti -mau tidak mau- akan terjerumus dalam kedustaan AGAR BISA MEMBUAT ORANG BENCI terhadap musuhnya.
Atau paling tidak, dia tidak akan menjelaskan kejadian yang terjadi anatara dia dan musuhnya sebagaimana mestinya, akan tetapi dia menyajikan kejadian itu SEAKAN-AKAN DIALAH YANG BERADA DI PIHAK YANG BENAR, dan dengan cara penyajian yang menjadikan para pendengar AKAN BENCI terhadap musuhnya.
Selain itu, dia akan TERJERUMUS dalam perkataan-perkataan yang rendah dan kotor serta bathil!”
Kebenaran yang pada asalnya susah untuk diterima oleh jiwa, ketika disampaikan dengan cara yang BURUK dan KASAR, hanya akan membuat orang SEMAKIN LARI dari kebenaran…..
Realita, masih ada yang serampangan dalam menyeru ke jalan Allah, kadang mereka tidak sabaran menghadapi masyarakat yang belum mengenal sunnah, mereka inginnya instan agar masyarakat bisa segera menerima seruannya.
Padahal tidaklah sama antar satu orang dengan orang lainnya dalam hal penerimaan da’wah. Ada yang bisa dengan segera menerima kebenaran, tapi ada juga yang lama butuh proses.
Namun terkadang ada yang menyamakan dirinya dengan orang lain dalam hal menerima kebenaran, sehingga yang terjadi adalah PUKUL RATA dan KEKAKUAN saja. Larilah menjauh orang dari seruannya. AllahU Musta’an..
Terhadap orang yang seperti itu, hendaklah aku tetap mendo’akan semoga Allah Ta’ala membukakan tirai yang masih menutupi hatinya, sehingga tidak ujub dengan ilmunya. Sesungguhnya, kita tetap mencintainya karena Allah.
Para pelajar (thalabatul-’ilmi), terutama para dai, hendaklah dapat membedakan antara al-Mudarah dan al-Mudahanah.
Al-Mudarah ialah sesuatu hal yang dianjurkan. Ia berhubungan dengan sikap lemah lembut dalam pergaulan, sebagaimana disebutkan dalam kitab Lisanul-‘Arab :
“Bersikap al-mudarah terhadap orang lain, yaitu dengan bersikap ramah-tamah kepada mereka, bermu’amalah dengan cara yang baik, dan bersabar menghadapi gangguan mereka, sehingga mereka tidak menjauh darimu.”
Sedangkan al-mudahanah (menjilat) adalah sikap yang tercela. Ia berhubungan dengan masalah agama. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
“Maka mereka menginginkan supaya kamu bersikap lunak lalu mereka bersikap lunak (pula kepadamu).” (al-Qalam: 9).
Al-Hasan al-Bashri menafsirkan makna ayat ini dengan berkata:
“Mereka menginginkan agar engkau berpura-pura dalam agamamu di hadapan mereka, sehingga mereka juga akan berpura-pura pula dalam agama mereka di hadapanmu.” (Tafsir al-Baghawi, 4/377).
Dengan demikian, orang yang bersikap mudarah akan berlemah-lembut dalam pergaulan, tanpa meninggalkan sedikit pun dari prinsip agamanya.
Sedangkan orang yang bersikap mudahin, ia akan berusaha menarik simpati orang lain dengan cara meninggalkan sebagian prinsip agamanya.
Sungguh, dahulu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam merupakan figur yang paling baik akhlaknya, dan paling lemah lembut terhadap umatnya. Ini merupakan perangai lemah-lembut dan ramah tamah dari beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Di sisi …lain, beliau adalah orang paling kuat dalam (mengemban) agama Allah, sehingga beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak akan meninggalkan prinsip agama, meski hanya satu, walau di hadapan siapapun. Inilah perwujudan keteguhan hati beliau dalam mengemban (prinsip-prinsip) agama yang sangat bertentangan dengan sikap mudahanah (menjilat).
Hendaklah para pelajar MEMPERHATIKAN PERBEDAAN antara kedua perangai ini, karena sebagian orang beranggapan bahwa bersikap ramah-tamah kepada orang lain dan berlemah lembut sebagai tanda kelemahan dan luluh dalam (mengemban perintah) agama.
Pada saat lainnya ada yang beranggapan bahwa sikap membiarkan orang lain dalam kebatilan dan berdiam diri tatkala melihat kesalahan merupakan bagian dari sikap (ar-rifqu).
Sudah barang tentu kedua kelompok (anggapan) ini SALAH dan TERSESAT dari kebenaran. Hal ini, hendaklah benar-benar diperhatikan dengan baik, karena salah paham dalam permasalahan ini sangat berbahaya. Dan tidak selamat darinya kecuali orang yang diberi taufiq (bimbingan) dan petunjuk dari Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Diriwayatkan bahwa ada penyeru yang berseru pada Hari Kiamat:
“Hendaklah berdiri siapa pun YANG PAHALANYA MENJADI TANGGUNGAN ALLAH!” Maka tidak ada yang berdiri kecuali orang yang memaafkan orang yang telah menzhaliminya.”
(Mukhtashar Minhajul Qashidin, Ibnu Qudamah)
Semoga aku selalu dalam perlindugan Allah serta orang yang mencelaku dapat ampunandari Allah . Amin